Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aplikasi Mobile untuk Pangkas Pola Distribusi Pangan Masih Disiapkan

Kompas.com - 02/02/2016, 19:01 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong menyatakan, aplikasi mobile sebagai tempat berkumpulnya produsen dan konsumen produk pertanian dan peternakan masih disiapkan. Aplikasi mobile ini diharapkan mampu memangkas panjangnya rantai pasok atau pola distribusi komoditas pangan.

Thomas menceritakan, aplikasi mobile ini merupakan karya dalam sebuah kontes aplikasi yang diprakarsai Kantor Staf Presiden (KSP) tahun lalu. Tujuannya adalah untuk mendesain sebuah aplikasi pangan. "Mimpi kita adalah semua petani dan peternak memasukkan datanya sendiri, unggah data produksi, harga yang diharapkan sehingga terjadi transparansi harga. Semua orang bisa membanding-bandingkan," ucap Thomas di Jakarta, Selasa (2/2/2016).

Thomas menuturkan, aplikasi mobile untuk informasi komoditas pangan itu sebenarnya sudah selesai. Akan tetapi, untuk bisa digunakan oleh user, masih memerlukan proses panjang. Thomas menyebutkan, harus dibentuk perseroan terbatas dengan modal cukup, serta staf yang akan menjalankan serta memperbaharui versi aplikasi yang dikembangkan.

Selain itu, diperlukan pula kampanye atau sosialisasi tentang aplikasi mobile ini. "Jadi perjalanan masih panjang. Kemendag bisa bantu kampanye melalui Pemda-pemda, dan Kadis-kadis Perdagangan. Kemudian Kadis-kadis Pertanian juga kampanye," kata Thomas.

Diakui Thomas, implementasi ini juga masih terkendala berbagai peraturan dan perizinan. Ditanya soal resistensi pedagang di level tengah, yang kemungkinan perannya akan tergantikan oleh aplikasi ini, Thomas menjamin tidak akan ada masalah serius. "Menurut saya sih pelaku besar justru bisa memanfaatkan juga data-data yang keluar dari aplikasi tersebut. Teknologi menurut saya sulit dibendung oleh siapapun. Jadi, mendingan bergabung dengan revolusi teknologi, daripada menantang atau menahan. Kalau menahan revolusi teknologi itu seperti melawan tsunami," kata dia. 

Cabai Merah Distribusi Terpanjang

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, di antara berbagai komoditas pangan strategis, cabai merah merupakan komoditas yang memiliki pola distribusi paling panjang.  Kepala BPS Suryamin menuturkan, akibat rantai perdagangan yang panjang ini, maka perbedaan harga dari produsen ke konsumen adalah yang paling besar diantara komoditas lain.

"Kalau dilihat panjang sekali rantainya dari pengumpul sampai ke rumah tangga. Kalau margin terlalu banyak seperti ini maka konsumen akhir yang membayar paling banyak," ucap Suryamin dalam paparan di Jakarta, Senin (1/2/2016).

Saat ini pemerintah memiliki pekerjaan rumah untuk memotong mata rantai distribusi yang sangat panjang seperti di komoditas cabai merah. Sebagai pembanding, pola distribusi paling pendek ada pada komoditas bawang merah. *

Antisipasi Potensi Konflik

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa, BPS, Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, dari berbagai komoditas strategis pemerintah bisa mulai memprioritaskan memotong mata rantai distribusi yang terdiri dari empat lapisan ke atas.

"Kan ada yang sampai sembilan rantai tuh. Kalau tiap pihak ambil margin lima persen saja, sampai konsumen marginnya sudah 45 persen," kata Sasmito. Meski begitu dia mengingatkan pemerintah, agar jangan sampai upaya memotong panjangnya pola distribusi tersebut justru menciptakan masalah baru.

"Bayangan saya yang di atas empat rantai itu bisa dipangkas, dengan tidak menimbulkan pengangguran baru atau masalah baru. Kan bisa menimbulkan konflik sosial diantara pedagang kalau mereka kehilangan mata pencaharian," imbuh Sasmito. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com