Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Energi Panas Bumi Jadi Pendukung Pembangkit Listrik Utama

Kompas.com - 03/02/2016, 14:06 WIB

KOMPAS.com - Dengan bermodalkan potensi 40 persen panas bumi dunia ada di Indonesia, pada akhir 2035, energi yang masuk dalam kategori terbaru dan terbarukan (EBT) menjadi pendukung pembangkit listrik utama.  

Catatan dari laman esdm.go.id hari ini menunjukkan, potensi energi panas bumi yang dimiliki Indonesia mencapai sekitar 28.000 MW (megawatt) dengan potensi sumber daya 13440 MW dan cadangan 14.473 MW tersebar pada 265 lokasi di seluruh Indonesia.

Dari potensi sebesar tersebut, empat persen atau 1.189 MW telah dimanfaatkan energinya untuk pembangkitan tenaga listrik dengan kapasitas terpasang terbesar berada di daerah Jawa Barat yaitu sebesar 1057 MW  atau setara dengan 20 persen dari cadangan). Berikutnya  Jawa Tengah 60 MW, Sulawesi Utara 60 MW, dan Sumatera Utara 12 MW.

Kamojang

Josephus Primus PT Rekayasa Industri (Rekind) menginformasikan pada Selasa (2/2/2016) baru saja menyelesaikan pembangunan PLTP Kamojang unit 5 (1 x 35 MW) milik PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) dengan waktu penyelesaian lebih cepat satu bulan dari jadwal yang seharusnya.

Berangkat dari potensi itulah, Direktur Utama Rekayasa Industri (Rekind) Firdaus Syahril, kemarin, mengatakan seiring dengan meningkatnya pangsa pembangkit berbahan bakar energi baru dan terbarukan panas bumi yang mencapai 8.750 MW dalam program ketenagalistrikan nasional 35.000 megawatt (MW), pihaknya akan turut andil memaksimalkan potensi tersebut melalui serangkaian pembangunan proyek PLTP (Pembangkit Tenaga Listrik Panas Bumi) di seluruh Indonesia. "Kami juga turut menjaga kelestarian lingkungan karena energi panas bumi merupakan sumber daya yang ramah lingkungan," tuturnya.

Catatan terkini Rekind menunjukkan bahwa perusahaan perekayasaan, pengadaan, dan konstruksi (EPC) baru saja menyelesaikan pembangunan PLTP Kamojang unit 5 (1 x 35 MW) di Kabupaten Garut, Jawa Barat, milik PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) dengan waktu penyelesaian lebih cepat satu bulan dari jadwal yang seharusnya. Pada proyek ini Rekind menggunakan menggunakan metode jacking pile sehingga mempercepat pekerjaan konstruksi menjadi hanya dua minggu saja dibandingkan jika menggunakan metoda bore pile yang memerlukan waktu hingga tiga bulan.

Selain itu, Rekind di proyek tersebut juga melakukan perubahan metode test pada jalur Fluid Collection and Reinjection System (FCRS) dari metode hydrotest menjadi Internal Service Test (IST)  menggunakan uap panas bumi. Metode ini memberikan dampak percepatan pekerjaan. Soalnya, penggunaan hydrotest memerlukan waktu kurang lebih satu bulan. Sementara, metode IST hanya memakan waktu sehari.

Sampai dengan sekarang, Rekind telah berhasil membangun 14 PLTP dengan kapasitas terpasang sebesar 832 MW. Angka ini mencapai lebih dari 50 persen kapasitas terpasang seluruh pembangkit panas bumi di Indonesia.
 

Primus Presiden Direktur PT Rekayasa Industri (Rekind) Firdaus Syahril, Rabu (1/4/2015), memberikan pemaparan terkait kinerja perusahaan yang dipimpinnya. Sebagai perusahaan perekayasaan, pengadaan, dan konstruksi (EPC) nasional, Rekind terbilang siap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Whats New
Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Whats New
Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Whats New
Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Spend Smart
Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Whats New
Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Whats New
Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan 'Open Side Container'

Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan "Open Side Container"

Whats New
Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Whats New
Harga Bahan Pokok Jumat 29 Maret 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 29 Maret 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Modal Asing Kembali Cabut dari RI, Pekan Ini Nilainya Rp 1,36 Triliun

Modal Asing Kembali Cabut dari RI, Pekan Ini Nilainya Rp 1,36 Triliun

Whats New
Kerap Kecelakaan di Perlintasan Sebidang, 5 Lokomotif KA Ringsek Sepanjang 2023

Kerap Kecelakaan di Perlintasan Sebidang, 5 Lokomotif KA Ringsek Sepanjang 2023

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com