Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Pemerintah Dituding Justru Tumbuh-Suburkan Kartel

Kompas.com - 07/02/2016, 18:00 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Fluktuasi harga pangan dinilai menjadi penyebab utama penurunan daya beli masyarakat, yang berujung pada makin melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekonomi Indonesia di 2015 hanya mampu tumbuh 4,79 persen. Jumlah tersebut merupakan yang terendah dalam enam tahun terakhir.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mencontohkan, harga beras yang terus merangkak naik disebabkan regulasi pemerintah yang tidak tepat. Misal, harga dasar gabah yang tiap tahun terus mengalami kenaikan.

“Sementara kenaikan harga dasar itu kan yang menikmati pedagang, bukan petani,” ucap Enny, ketika dihubungi kompas.com, Jakarta, Minggu (07/02/2016).

Enny menambahkan, kebijakan pemerintah seperti mekanisme impor dengan sistem kuota juga menjadi penyebab tumbuh-suburnya kartel. Selain itu, Enny juga menyoroti kebijakan perunggasan yang justru menyebabkan terjadinya integrasi vertikal.

“Kartel bahan pangan itu justru tumbuh subur karena berbagai regulasi pemerintah. Sehingga, sesungguhnya kebijakan pemerintahnya yang mengebabkan fluktuasi harga,” sambung Enny.

Dia mengatakan, seharusnya pemerintah hadir ketika melihat tata niaga pangan kurang efektif. Salah satunya bisa melalui badan penyangga pangan, Perum Bulog.

Masalahnya, peran Perum Bulog saat ini belum maksimal, lantaran dibebani dua tugas yakni profit dan non-profit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com