Ekonom dari Universitas Gadjah Mada A Tony Prasetiantono menjelaskan, tantangan tersebut tak hanya berasal dari eksternal, namun juga internal.
Menurut Tony, salah satu tantangan yang harus dihadapi adalah harga minyak yang terus menurun.
Apalagi, tidak ada yang bisa menjamin harga minyak akan kembali membaik.
"Harga minyak turun 75 persen itu terlalu radikal dan sama sekali tidak menguntungkan. Ada multiplier effect-nya. Di 2016 sulit memprediksi bottom-nya berapa, ada yang bilang 15 dollar AS per barel, 20 dollar AS per barel. Ini masih belum jelas," ujar Tony di Jakarta, Senin (15/2/2016) malam.
Di samping itu, kondisi perekonomian China saat ini juga masih mengkhawatirkan.
Tony menuturkan, pertumbuhan ekonomi China akan berada di kisaran 6 hingga 6,5 persen, yang merupakan capaian terendah dalam 25 tahun.
"Ini menyebabkan permintaan barang-barang dari Indonesia ke China berkurang. China sekarang mengalami big trouble," terang Tony.
Di sisi domestik, Tony menjelaskan tantangan yang harus dihadapi Indonesia adalah nilai tukar rupiah yang masih sulit diprediksi berapa lama akan mengalami penguatan.
Penguatan rupiah, kata Tony, didorong oleh membaiknya data perekonomian kuartal IV 2015.
"Inflasi Indonesia juga cukup baik, 3,35 persen. Neraca perdagangan positif. Neraca pembayaran Indonesia masih minus, tapi defisitnya rendah hanya 1,2 miliar dollar AS. Ini semua membuat confidence pasar meningkat," tutur Tony.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.