Sudah puluhan perusahaan dan pekerjaan yang dia masuki. Meski tanpa dokumen, pria kelahiran Sinjai ini mengaku tak kesulitan mendapatkan pekerjaan di Malaysia.
"Untuk pekerjaan, banyak majikan di Malaysia yang mau terima kita walau kita tidak berdokumen, tapi kita harus terima kalau gaji di bawah pekerja yang mempunyai paspor," ujar Arpon, Selasa (16/2/2016) di Nunukan.
Meski 30 tahun tak berdokumen, Arpon mengaku tak pernah ditangkap Polisi Negara Malaysia.
Pun saat Malaysia gencar melakukan operasi terhadap buruh migran yang tak berdokumen beberapa tahun lalu, Arpon tetap lolos dari kejaran polisi Malaysia.
"Saya tak pernah jalan-jalan di bandar (kota). Ke Bandar kalau ada perlu sekali," ujarnya.
Selain jarang mengunjungi keramaian, Arpon mengaku bahwa ketekunannya bekerja membuat dirinya aman dari razia buruh migran yang tak berdokumen karena majikan tempatnya bekerja memberi perlindungan.
Berkat ketekunannya, sekarang Arpon mengaku memiliki gaji yang lumayan di perusahaan sawit tempatnya bekerja.
Sebagai mandor yang mengawasi puluhan pekerja, Arpon mengaku bisa mengumpulkan uang hingga 2.000 ringgit per bulan.
Dia mengaku gaji yang lebih kurang setara dengan Rp 7 juta itu mampu menghidupi istri dan kelima anaknya.
Dengan adanya program Pelayanan Terpadu Sentra Poros Perbatasan, dia mengaku sangat berterima kasih sehingga bisa mengurus dokumen keimigrasian tanpa kesulitan.
Arpon mengaku memilih masuk ke Malaysia tanpa dokumen karena pada tahun 1980-an sangat mudah pergi ke negeri jiran tersebut.
Terlebih lagi, seiring waktu, banyaknya kenalan di Malaysia yang mempermudah dirinya keluar masuk ke negara tersebut.
Namun, pilihan memiliki dokumen resmi, menurut dia, adalah pilihan yang terbaik dibandingkan harus kucing-kucingan dengan aparat di Malaysia.
Rencananya, Arpon juga akan meminta istrinya untuk mengurus paspor melalui program poros perbatasan tersebut.
"Bergantian nanti dengan istri karena masih ada anak umur empat tahun," ujar Arpon.