Seruan ini menyusul revisi prediksi OECD terhadap pertumbuhan ekonomi global. Tahun lalu, OECD memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2016 mencapai 3,3 persen. Namun, OECD merevisinya menjadi hanya 3 persen.
Penyebabnya, perdagangan, investasi, dan kenaikan upah yang terlalu lemah. Selain itu, pemangkasan suku bunga acuan dan perbaikan kebijakan moneter lainnya tak mampu mendorong pertumbuhan.
"Suku bunga acuan di berbagai negara telah dipangkas guna menstimulasi pinjaman dan investasi. Di banyak negara, suku bunga acuan terpantau amat rendah," tulis OECD seperti dikutip dari BBC, Jumat (19/02/2016).
OECD menyebut, faktor terbesar di balik perlambatan pertumbuhan ekonomi global adalah melambatnya pertumbuhan ekonomi China, di mana pertumbuhan ekonomi jatuh dari di atas 7 persen menjadi di bawah 6 persen.
Lembaga kajian tersebut memprediksi pertumbuhan ekonomi China berada pada posisi 6,5 persen tahun ini.
Sementara itu, OECD merevisi ke atas prediksi pertumbuhan ekonomi India. Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi India untuk tahun 2016 diprediksi 7,3 persen, namun direvisi menjadi 7,4 persen.
Adapun untuk negara maju seperti AS, OECD menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2016 dari 2,5 persen menjadi 2 persen.
Pasalnya, OECD menyoroti keputusan Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin.
Awalnya, keputusan The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan bertujuan untuk menenangkan kekhawatiran investor.
Namun, bagi banyak pihak, keputusan itu malah dianggap sebagai tindakan optimistis yang prematur.
"Kebijakan moneter tidak bisa bekerja sendirian. Respon kebijakan kolektif yang lebih kuat diperlukan untuk memperkuat permintaan," ujar OECD.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.