Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hilirisasi Minerba Tak Bisa Dipukul Rata

Kompas.com - 22/02/2016, 16:17 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Kelompok pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai hilirisasi mineral dan batubara (minerba) tidak bisa dipukul rata untuk semua komoditas. Pemerintah sejak 2014, telah melarang ekspor mineral mentah termasuk batubara, sebagai kebijakan lanjutan dari Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. "Kita tidak bisa bicara global. Harus per komoditas. Sehingga ada dasar untuk bilang terus atau tidak," kata Ketua Komite Tetap Mineral, Kadin Indonesia, Irwandy Arif, di Jakarta, Senin (22/2/2016).

Irwandy mengatakan, dari semua komoditas mineral dan batubara, yang paling siap dilakukan hilirisasi baik secara teknis maupun pasar adalah nikel. Berturut-turut menyusul adalah aluminium, tembaga, dan emas.

Adapun batubara, menurut dia, agak susah untuk dilakukan hilirisasi. Bahkan dia menyebut belum ada industri hilirisasi batubara yang terbukti (proven) secara komersial, meskipun tak sedikit pula pilot project yang telah dilakukan.

Beruntung pemerintah mencanangkan program kelistrikan 35.000 megawatt (MW). Sebab, menurut Wakil Ketua Umum Bidang Mineral, Batubara dan Listrik Kadin Indonesia, Garibaldi Boy Tohir program ini bisa menolong pengusaha tambang batubara untuk mendongkrak volume penjualan di tengah kewajiban hilirisasi. "Kami bukan tidak mau masuk ke nilai tambah batubara. Tapi kalau batubara ini kan ujung-ujungnya ke listrik, mau digasifikasi atau di-upgrading," ucap Garibaldi.

Dia bilang, pengusaha batubara menyambut positif program kelistrikan 35.000 MW, karena menambah permintaan pasar domestik. Lagi pula, dari sisi pengiriman, batubara lebih mudah.

Ketua Komite Tetap Ketenagalistrikan Batubara, Kadin Indonesia, Dharma Djojonegoro menuturkan secara volume, batubara yang diproduksi di Indonesia bisa memenuhi kebutuhan program kelistrikan 35.000 MW. Diperkirakan porsi batubara untuk program kelistrikan itu mencapai 50 persen.

Saat ini sudah ada penandatanganan kontrak antara PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dengan pengembang listrik swasta sekitar 17.000 MW. Dharma menaksir 50 persen -60 persen di antaranya bersumber energi primer batubara.

Ketika ditanyakan lebih menguntungkan mengekspor batubara atau menyuplai kebutuhan domestik, Dharma menuturkan sebetulnya harga jual di antara keduanya tidak terlalu berbeda jauh. Namun dia pribadi cenderung memilih pasar domestik, dengan alasan kemudahan pengiriman.

Produk hilirisasi  batubara sebenarnya sudah ada yakni seperti gas dan diesel. Negara yang paling banyak mengembangkan hal ini adalah China. Akan tetapi, lanjut Dharma, dengan harga minyak mentah yang rendah, di bawah 30 dollar AS per barrel seperti saat ini, harga diesel batubara menjadi tidak kompetitif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com