Adapun rasio NPL mencapai 2,49 persen terhadap total kredit sebesar Rp 4.058 triliun.
Demikian laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dipublikasikan Senin (22/2/2016).
Rasio NPL tersebut meningkat tajam dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 2,16 persen.
Rasio NPL masuk kategori berbahaya jika mencapai 5 persen.
Peningkatan NPL terjadi karena kinerja sejumlah sektor ekonomi menurun drastis akibat kejatuhan harga minyak dan komoditas, serta pelemahan perekonomian domestik dan global.
Kondisi itu menyebabkan banyak perusahaan yang gulung tikar sehingga tidak mampu melunasi cicilan kreditnya ke perbankan.
Sektor-sektor ekonomi yang terpuruk pada 2015 antara lain sektor pertambangan dan jasa.
Ekonom BNI Ryan Kiryanto mengatakan, anjloknya harga minyak dan komoditas primer di pasar global membuat kinerja korporasi di sektor pertambangan, perkebunan dan migas tertekan.
"Bank-bank harus waspada dengan kondisi tersebut dan segera lakukan langkah-langkah antisipatif dengan melakukan restrukturisasi kredit agar tidak jadi NPL dan lebih berhati-hati dalam membiayai sektor-sektor tersebut. Tidak harus stop kredit, tapi lebih selektif," kata Ryan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.