Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudah Ada Langkah Pembenahan Hadapi Pajak Progresif Perancis

Kompas.com - 03/03/2016, 16:58 WIB

KOMPAS.com - Rencana penetapan pajak progresif Perancis untuk komoditas kelapa sawit mulai 2017 mendatang sudah dijawab pihak Indonesia dengan langkah pembenahan.  Menjawab pertanyaan Kompas.com pada Kamis (3/3/2016), Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan dirinya sudah mengirim surat kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Energi Perancis Segolene Royal. "Saya sudah menyurati Menteri Lingkungan Hidup Perancis untuk soal itu," katanya di sela-sela peluncuran iklan layanan masyarakat peduli lingkungan PT Sido Muncul, hari ini.

Menurut Siti Nurbaya, dirinya menjelaskan kepada pihak Perancis bahwa Indonesia sudah sangat banyak melakukan langkah pembenahan. "Sejak akhir 2015, kita sudah mengoperasikan langkah-langkah pengelolaan mulai dari lahan gambut, pengaturan-pengaturan dan pengambilan kebijakan untuk pengelolaan yang sustainable (berkelanjutan)," tutur mantan Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia itu.

Siti Nurbaya menambahkan, langkah-langkah kemajuan yang sudah dilakukan tersebut juga selalu dikomunikasikan dengan pihak Perancis. Sementara, terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran, Siti Nurbaya mengatakan,"Pemerintah akan menerapkan sanksi."

Pajak

Pemerintah Perancis menetapkan pajak progresif untuk komoditas kelapa sawit asal Indonesia pada 2017 sebesar 300 euro per ton. Pajak itu jumlahnya akan membesar pada 2020 hingga mencapai 900 euro per ton.

Catatan terkumpul menunjukkan kebijakan itu diambil Perancis lantaran pemerintah negara itu menganggap kelapa sawit Indonesia tidak dikelola secara berkelanjutan. Padahal, Indonesia saat ini menjadi produsen kelapa sawit terbesar dunia dengan angka lebih dari 35 juta ton per tahun.

Selama ini, seturut penjelasan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution di Harian Bisnis Indonesia pada Selasa 1 Maret 2016, Indonesia sudah melakukan perbaikan internal yang mengarah pada peningkatan pengelolaan kelapa sawit termasuk dalam mengolah alam dan lingkungan. Sebanyak 149 perusahaan kelapa sawit sudah menerima sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Total lahan kelolaan perusahaan-perusahaan itu adalah 1,16 juta hektar atau setara dengan 5,6 juta ton minyak sawit mentah (CPO).

ISPO merupakan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar dunia. Selain itu, ISPO juga wujud dari upaya mengurangi gas rumah kaca. ISPO pun merupakan bentuk perhatian terhadap masalah lingkungan.

Sementara itu, menurut pandangan pakar ilmu tanah dan gambut Institut Pertanian Bogor (IPB) Basuki Sumawinata pada Selasa (1/3/2016), tanaman kelapa sawit tidak mengeluarkan karbon lantaran proses fotosintesa. "Proses itu mengambil karbon dioksida dan mengeluarkan oksigen," jelasnya.

Perihal sawit ramah lingkungan sebagaimana termaktub di laman ditjenbun.pertanian.go.id, menunjukkan bahwa  sawit memunyai kemampuan menyerap CO2 yang tinggi ( 251,9 ton/ha/tahun). Hal ini ini sangat berguna dalam mengurangi konsentrasi CO2 di udara. Pada aspek ekofisiologis, sawit membawa keuntungan karena kemampuan  fiksasi  CO2, kemampuan produksi O2 (183,2 ton/ha/tahun) dan biomassa (C) yang tinggi.

Produksi biomassa perkebunan kelapa sawit juga dinilai lebih tinggi dibandingkan dengan hutan tropis. Limbah kelapa sawit  baik pohon, pelepah, tandan buah kosong, dan cangkang merupakan sumber energi cukup besar yang dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar nabati dan menekan penggunaan bahan bakar fosil, sehingga secara signifikan akan menurunkan emisi.  

AFP PHOTO / ADEK BERRY Kelapa sawit di area perkebunan di Pelalawan, Riau, 16 September 2015.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tegaskan Freeport Sudah Milik RI, Bukan Amerika Serikat

Jokowi Tegaskan Freeport Sudah Milik RI, Bukan Amerika Serikat

Whats New
Astra Infra Group Bakal Diskon Tarif Tol Saat Lebaran 2024, Ini Bocoran Rutenya

Astra Infra Group Bakal Diskon Tarif Tol Saat Lebaran 2024, Ini Bocoran Rutenya

Whats New
Dampak Korupsi BUMN PT Timah: Alam Rusak, Negara Rugi Ratusan Triliun

Dampak Korupsi BUMN PT Timah: Alam Rusak, Negara Rugi Ratusan Triliun

Whats New
Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Cek, Ini Daftar Lowongan Kerja BUMN 2024 yang Masih Tersedia

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Spend Smart
Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Whats New
Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com