Nilai tukar rupiah masih terus melanjutkan keperkasaannya terhadap dollar AS.
Pada penutupan perdagangan di pasar spot antarbank Jakarta (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor) Jumat (11/3/2016), rupiah bertengger di level 13.087 per dollar AS, menguat dibandingkan penutupan sehari sebelumnya di posisi 13.147 per dollar AS.
Penguatan rupiah yang telah terjadi selama beberapa pekan ini tergolong cukup cepat.
Tren penguatan rupiah terjadi sejak 28 Januari 2016, saat rupiah bertengger di level 13.873 per dollar AS.
Dengan demikian, hanya dalam rentang 1,5 bulan, kurs rupiah telah menguat 5,7 persen terhadap dollar AS.
Banyak pihak, bahkan pemerintah sendiri menilai penguatan rupiah saat ini merupakan indikasi membaiknya perekonomian Indonesia. Benarkah demikian?
Penguatan nilai tukar bisa disebabkan oleh banyak faktor. Bisa karena faktor spekulasi semata, sentimen, faktor eksternal, maupun faktor fundamental perekonomian negara bersangkutan.
Penguatan kurs yang disebabkan oleh faktor fundamental biasanya lebih langgeng dan berhorizon panjang.
Adapun penguatan yang dipicu oleh aksi spekulasi, sentimen, atau eksternal yang tidak didukung oleh faktor fundamental biasanya berlangsung sementara dan sangat fluktuatif.
Dalam konteks nilai tukar, faktor fundamentalnya ditunjukkan oleh kinerja ekspor dan investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI).
Negara dengan kinerja investasi dan ekspor yang bagus, biasanya akan memiliki mata uang yang kuat.
Dikaitkan dengan faktor fundamental, nilai tukar rupiah dalam beberapa tahun terakhir, sebenarnya berada dalam tren melemah.
Tren pelemahan rupiah dalam horizon panjang mulai terjadi sejak September 2011, saat rupiah berada dalam posisi Rp 8.565 per dollar AS.
Sejak itu, rupiah cenderung melemah hingga mencapai level 13.000-an per dollar AS saat ini.