Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Skema Penetapan Tarif Progresif di Pelabuhan Akan Direvisi

Kompas.com - 19/03/2016, 11:26 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) akan mengubah skema penetapan tarif penimbunan peti kemas impor, menyusul keberatan dari sejumlah asosiasi pelaku usaha dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.

Tarif penalti sebesar 900 persen yang tadinya dikenakan pada hari kedua, akan diubah menjadi secara bertahap dengan besaran tertentu.

Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Tanjung Priok Bay M Hasani mengatakan, pekan depan pihaknya akan mengadakan pertemuan dengan pemangku kepentingan terkait perubahan skema tersebut.

"Misalnya hari pertama dikenakan Rp 27.200 untuk peti kemas berukuran 20 feet. Kemudian hari kedua 500 persen, sehingga menjadi Rp 136.000 saja kan tidak terlalu besar. Nanti kemungkinan hari ketiga menjadi 750 persen. Baru hari keempat kita kenakan penali," kata Bay, di Jakarta, Jumat (18/3/2016).

Bay menjelaskan, saat ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 117 tahun 2015 tentang Pemindahan Barang yang Melewati Batas Waktu Penumpukan (Long Stay) di Pelabuhan Tanjung Priok, batas inap peti kemas di pelabuhan adalah tiga hari.

Pada hari pertama tidak dikenakan biaya (free charge) sementara pada hari kedua dikenakan tarif progresif.

Permenhub ini menggantikan aturan sebelumnya, yakni Permenhub 807 tahun 2013, yang menyebutkan 'long stay' selama tujuh hari.

"Dulu kan hari pertama sampai ketiga free charge, baru hari keempat tarifnya 500 persen, sampai hari ketujuh. Hari ke-8 dan seterusnya itu kan 750 persen. Sebenarnya tarif inap dari dulu cukup besar," kata dia.

"Jadi, kita sebenarnya tinggal geser saja (hari) progresifnya ke bawah, karena untuk mengurangi dwell time. Long stay berdasarkan Permenhub 117/2015 kan 3 hari. Enggak mungkin kita free charge sampai 3 hari," lanjut Bay.

Perubahan regulasi itulah yang dilihat oleh para pelaku usaha seolah-olah waktu inap di hari kedua langsung dikenakan penalti.

Menurut Bay, resistensi ini hanya karena kurangnya komunikasi dan sosialisasi.

Pada kesempatan sama, Kepala Satuan Tugas (Satgas) Dwell Time Agung Kuswandono menegaskan, pelabuhan bukanlah tempat untuk menimbun barang.

Adanya lapangan timbun atau container yard (CY) di pelabuhan merupakan fasilitas yang diberikan kepada pelaku usaha selama mereka menyelesaikan proses pengeluaran barang, atau pengapalan.

"Itu prinsipnya. Sebenarnya kalau Bea Cukai sudah memberikan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB), dia (importir) sudah harus langsung keluar. Tidak perlu harus ditimbun lagi," pungkas Agung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KKP Gandeng Kejagung untuk Kawal Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster

KKP Gandeng Kejagung untuk Kawal Implementasi Aturan Tata Kelola Lobster

Whats New
Pengusaha Harap Putusan MK soal Pilpres Dapat Ciptakan Iklim Investasi Stabil

Pengusaha Harap Putusan MK soal Pilpres Dapat Ciptakan Iklim Investasi Stabil

Whats New
IHSG dan Rupiah Kompak Menguat di Akhir Sesi 23 April 2024

IHSG dan Rupiah Kompak Menguat di Akhir Sesi 23 April 2024

Whats New
Rupiah Diramal Bisa Kembali Menguat di Bawah Rp 16.000 Tahun Ini

Rupiah Diramal Bisa Kembali Menguat di Bawah Rp 16.000 Tahun Ini

Whats New
Bagaimana Prospek IPO di Indonesia Tahun Ini Usai Pemilu?

Bagaimana Prospek IPO di Indonesia Tahun Ini Usai Pemilu?

Whats New
Harga Makanan Global Diperkirakan Turun, Konsumen Bakal Lega

Harga Makanan Global Diperkirakan Turun, Konsumen Bakal Lega

Whats New
Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Whats New
Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Whats New
Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Whats New
Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Whats New
Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Whats New
KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

Whats New
Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Whats New
Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Whats New
Survei: 69 Persen Perusahaan Indonesia Tak Rekrut Pegawai Baru untuk Hindari PHK

Survei: 69 Persen Perusahaan Indonesia Tak Rekrut Pegawai Baru untuk Hindari PHK

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com