Temuan anyar ini dipublikasikan dalam jurnal Judgment and Decision Making. Dalam suasana emosional yang kuat, konsumen cenderung tidak membandingkan atau menegosiasikan harga.
Bahkan, menurut studi tersebut, ketika konsumen menemukan alternatif yang lebih murah, mereka tetap memilih barang yang lebih mahal.
Peter McGraw, profesor psikologi dan pemasaran di Leeds School of Business University of Colorado Boulder, AS menyatakan, tipikalnya masyarakat cukup pandai mengemat.
Namun, ketika jatuh cinta, ide untuk membandingkan atau menawar harga barang terasa tidak nyaman.
"Sama ketika Anda mengalami kondisi emosional saat berduka, Anda tidak akan menawar harga peti mati untuk kakek Anda yang tercinta," ujar McGraw.
Kit Yarrow, penulis "Decoding the New Consumer Mind" menuturkan, pengaruh cinta kepada perilaku membeli paling mudah terlihat saat ada peristiwa besar seperti pernikahan.
"Biasanya konsumen membeli berbagai barang dalam waktu singkat dan emosi pun menyelimuti," ungkap Yarrow.
Situs TheKnot.com melaporkan, hampir separuh pasangan yang menikah tahun 2014 menyatakan mereka belanja jauh di atas bujet yang sudah ditetapkan.
Adapun biaya pernikahan di Amerika Serikat saja mencapai rekor tertinggi, yakni 31.213 dollar AS atau sekitar Rp 412 juta.
Yarrow menyarankan, ketika Anda sedang dirundung emosi yang mendalam seperti saat jatuh cinta, jangan memaksa diri untuk langsung memutuskan membeli barang.
Bahkan untuk acara yang paling mendesak sekalipun, Anda masih bisa berpikir beberapa menit sebelum akhirnya memperoleh keputusan.
"Berdiamlah sejanak, telepon seseorang, lalu coba bincangkan. Satu waktu ketika seseorang menyatakan ini satu-satunya kesempatan Anda membeli, itu sebenarnya bukan," terang Yarrow.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.