Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Keluhan Eksportir Kerapu terhadap Kebijakan Menteri Susi

Kompas.com - 31/03/2016, 19:06 WIB
Estu Suryowati

Penulis

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan meregulasi kapal asing pengangkut ikan hidup hasil pembudidayaan hanya boleh bersandar di satu pelabuhan check point. Meski beleid yang nantinya akan berupa Peraturan Menteri itu baru dirilis bulan depan, wacana soal itu sudah dikeluhkan oleh para pelaku eksportir dan pembudidaya.

Apabila kapal-kapal asing tidak bisa mengambil langsung ke keramba atau farm,  dibutuhkan kapal-kapal feeder  atau pengumpan untuk mengantarkan hasil perikanan budidaya ke pelabuhan tempat kapal asing itu bersandar. "Sekarang tidak pakai uang. Hongkong yang datang ke keramba kita, beli. Jadi, tidak ada biaya. Jadi ini (malah) menimbulkan biaya," kata pemilik PT SBM, Sahrul, di Jakarta, Kamis (31/3/2016).

Sahrul mengatakan, satu kapal feeder berukurang 15 gross ton (GT) hanya bisa mengangkut maksimal 1 ton ikan hidup. Sahrul menuturkan, saat ini perusahaannya bermitra dengan 1.500 pembudidaya, yang terletak di tiga tempat yaitu Bali, Lampung, dan Medan.

Sahrul menyebutkan, apabila check point ditetapkan di Natuna, kapal-kapal feeder harus mengambil kerapu hasil budidaya dari tiga tempat itu untuk dibawa ke Natuna. "Pasti mahal (biaya kirimnya). Umpamanya dari Bali ke Natuna itu perlu 4 hari. Satu harinya biayanya Rp 30.000 per kilogram," kata Sahrul.

Dengan asumsi tersebut,  biaya pengiriman dari keramba di Bali ke check point di Natuna menggunakan feeder mencapai Rp 120.000 per kilogram. Dengan kata lain, apabila satu kapal feeder berukuran 15GT mengangkut 1 ton ikan hidup,  tambahan biayanya mencapai Rp 120 juta.

Hal sama dikeluhkan oleh Eko Prihananto, eksportir PT Putri Ayu Jaya, Kepulauan Riau. Eko mengatakan, perlu berpindahnya ikan hidup dari kapal feeder ke kapal asing di pelabuhan check point berpotensi menimbulkan kematian ikan. Padahal biasanya transaksi dilakukan setelah barang diterima.

Artinya, sambung Eko, risiko pengiriman ikan hidup ke kapal asing itu ditanggung seluruhnya oleh pembudidaya atau eksportir.

Sebagai informasi sejak dikeluarkannya Surat Edaran Nomor 721/DPB/PB.510.S4/II/2016 ratusan ton kerapu yang biasanya diekspor ke China tertahan. Sahrul menuturkan ada 621 ton kerapu hasil budidaya mitranya yang tertahan, sementara kerapu Eko yang tertahan mencapai 200 ton.

Pada satu poin Surat Edaran tersebut adalah Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya tidak lagi menerbitkan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan Hidup Hasil Pembudidayaan berbendera asing bagi permohonan baru maupun perpanjangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Whats New
Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Whats New
Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Whats New
Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Whats New
Emiten Hotel Rest Area KDTN Bakal Tebar Dividen Rp 1,34 Miliar

Emiten Hotel Rest Area KDTN Bakal Tebar Dividen Rp 1,34 Miliar

Whats New
Keuangan BUMN Farmasi Indofarma Bermasalah, BEI Lakukan Monitoring

Keuangan BUMN Farmasi Indofarma Bermasalah, BEI Lakukan Monitoring

Whats New
Bea Cukai Lelang 30 Royal Enfield, Harga Mulai Rp 39,5 Juta

Bea Cukai Lelang 30 Royal Enfield, Harga Mulai Rp 39,5 Juta

Whats New
Bisnis Alas Kaki Melemah di Awal 2024, Asosiasi Ungkap Penyebabnya

Bisnis Alas Kaki Melemah di Awal 2024, Asosiasi Ungkap Penyebabnya

Whats New
Penuhi Kebutuhan Listrik EBT Masa Depan, PLN Bidik Energi Nuklir hingga Amonia

Penuhi Kebutuhan Listrik EBT Masa Depan, PLN Bidik Energi Nuklir hingga Amonia

Whats New
LPPI Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1-S2, Simak Persyaratannya

LPPI Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1-S2, Simak Persyaratannya

Work Smart
Jadi 'Menkeu' Keluarga, Perempuan Harus Pintar Atur Keuangan

Jadi "Menkeu" Keluarga, Perempuan Harus Pintar Atur Keuangan

Spend Smart
Emiten Perdagangan Aspal SOLA Bakal IPO dengan Harga Perdana Rp 110 Per Saham

Emiten Perdagangan Aspal SOLA Bakal IPO dengan Harga Perdana Rp 110 Per Saham

Whats New
Data Terbaru, Utang Pemerintah Turun Jadi Rp 8.262,10 Triliun

Data Terbaru, Utang Pemerintah Turun Jadi Rp 8.262,10 Triliun

Whats New
Bank Mandiri Genjot Transaksi 'Cross Border' Lewat Aplikasi Livin’

Bank Mandiri Genjot Transaksi "Cross Border" Lewat Aplikasi Livin’

Whats New
Kuartal I Ditopang Pemilu dan Ramadhan, Bagaimana Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ke Depan?

Kuartal I Ditopang Pemilu dan Ramadhan, Bagaimana Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ke Depan?

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com