Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Amir Sodikin
Managing Editor Kompas.com

Wartawan, menyukai isu-isu tradisionalisme sekaligus perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Bergabung dengan harian Kompas sejak 2002, kemudian ditugaskan di Kompas.com sejak 2016. Menyelesaikan S1 sebagai sarjana sains dari Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM), dan S2 master ilmu komunikasi dari Magister Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina. 

"Panama Papers", Bersiap untuk Badai Data Terbesar Abad Ini

Kompas.com - 07/04/2016, 11:28 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

KOMPAS.com — Badai telah datang. Kali ini kekuatannya berlipat-lipat dan siap melanda negara mana pun. Tak ada yang bisa memprediksi urutan negaranya. 

Kali ini, badai dahsyat itu bukan angin topan sungguhan, melainkan berupa data raksasa. Data sebesar 2,6 terabita yang berisi 11,5 juta berkas itu diberi nama "Panama Papers", atau Kertas Panama, atau sebut saja Dokumen Panama.  

Dokumen Panama dibocorkan oleh seseorang yang kemudian diolah dan dipublikasikan jaringan jurnalis internasional di bawah bendera International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ). ICIJ berbasis di Amerika Serikat, bagian dari proyek Center for Public Integrity. 

Besarnya data melebihi kawat diplomatik yang dibocorkan WikiLeaks pada 2010, juga jauh lebih besar dari bocoran data terkait dokumen NSA yang dibocorkan Edward Snowden pada 2013.

Panama Papers memuat daftar klien kelas kakap yang menginginkan uang mereka tersembunyi dari endusan pajak di negaranya, atau setidaknya tak ingin negaranya tahu jumlah tabungannya. Beberapa dugaan ekstrem menyebut, skema ini biasa dimanfaatkan para "pencuci uang" untuk menyamarkan asal-usul dana mereka. 

Dokumen rahasia itu diperoleh setelah seseorang berhasil meretas server e-mail milik firma hukum Mossack Fonseca di Panama. Pendiri Mossack Fonseca, Ramon Fonseca, meyakini dokumen yang diperoleh para jurnalis internasional itu bukanlah sebuah kebocoran, melainkan sebuah praktik peretasan ilegal.

Ia telah melaporkan kasus peretasan itu ke pihak berwajib. "Tindak kriminal satu-satunya yang telah terbukti adalah peretasan (server Mossack Fonseca) ini. (Namun) tak ada satu pun yang membahas soal ini," kata Fonseca, seperti dikutip dari Reuters.

Fonseca mengklaim, semua aktivitas yang dilakukan perusahaannya adalah legal dan sudah umum dijumpai di banyak negara, termasuk di Amerika Serikat. 

"Inilah badai tropis, seperti badai yang kami miliki di Panama, ketika badai telah berlalu, matahari pasti akan keluar bersinar terang," kata Fonseca, memberi sinyal optimisme bahwa ia akan  bisa membuktikan kebenaran. "Saya menjamin bahwa kami tak bersalah dalam kasus ini," kata Fonseca. 

Panamapapers.sueddeutsche.de Ukuran file Panama Papers dibanding bocoran-bocoran file sebelumnya, menjadikannya yang terbesar sepanjang sejarah jurnalisme investigasi.
Korban pertama

Di dalam 11,5 juta berkas dokumen itu, terdapat nama-nama politisi, bintang olahraga, dan pesohor yang menyimpan uang mereka di berbagai perusahaan "cangkang" di luar negeri. 

Dunia pun dibuat heboh. Apa yang diungkapkan oleh dokumen Panama Papers mengonfirmasi kasak-kusuk apakah benar para penguasa dan pengusaha itu berusaha mengindari pajak di negaranya.

Iceland Monitor/ Eva Björk Ægisdóttir Perdana Menteri Islandia Sigmundur Davíð Gunnlaugsson bersama sang istri Anna Sigurlaug Pálsdóttir.
Islandia adalah negara pertama yang disinggahi badai Panama Papers. Perdana Menteri Islandia Sigmundur David Gunnlaugsson akhirnya mundur dan meletakkan jabatannya, Selasa (5/4/2016).  

Baca: Panama Papers "Telan Korban", PM Islandia Mengundurkan Diri

Setelah PM Islandia, siapa lagi yang akan menyusul? Tak ada yang tahu pasti.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com