JAKARTA, KOMPAS.com -- Presiden Joko Widodo memaparkan perbaikan ekonomi di tanah air kepada delegasi Standard & Poor's Global Ratings, lembaga pemeringkat terbesar dan tertua dunia, di Istana Merdeka, Selasa (10/5/2016).
Kunjungan dari lembaga pemeringkat itu dimaksudkan untuk kunjungan berkala serta menilai peringkat investasi di Indonesia.
Diketahui, Indonesia sampai saat ini belum mendapatkan predikat layak investasi dari lembaga itu.
"Tahun ini mereka (S&P) ingin melihat apakah kita sudah melakukan perbaikan di dalam berbagai bidang. Baik pengelolaan ekonomi, pengelolaan keuangan negara atau hubungan pemerintah pusat dan daerah," ujar Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, setelah pertemuan.
Lantas, apa saja perbaikan yang dipaparkan Presiden kepada S&P?
Pertama, percepatan pembangunan infrastruktur.
"Presiden juga menyampaikan contoh-contoh proyek yang sudah mangkrak sejak lama tetapi dalam masa pemerintahan ini telah berhasil diselesaikan, seperti Waduk Jatigede dan Tol Transjava," ujar Bambang.
Kedua, Presiden memaparkan percepatan investasi di tanah air.
Hal itu ditandai dengan dikeluarkannya paket kebijakan ekonomi yang sampai saat ini sudah masuk ke tahap paket ke-12.
"Paket kebijakan ekonomi yang sudah dikeluarkan sejak pertengahan tahun lalu salah satunya ditujukan untuk memperbaiki iklim usaha. Dari pemangkasan jumlah izin, memangkas jumlah hari dalam proses perizinan, dan juga dalam pemberian insentif untuk investasi itu sendiri," ujar Bambang.
Bambang yakin Indonesia berpeluang untuk naik peringkat.
Dengan demikian, investasi di Indonesia akan lebih bergairah.
"Kalau kita mendapatkan predikat layak investasi, maka akan lebih banyak investor yang berminat masuk ke Indonesia dan masuk ke instrumen keuangan di wilayah Indonesia. Dengan makin banyaknya investor," ujar Bambang.