JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM) A Tony Prasetiantono menyatakan, target penerimaan pajak yang dipatok pemerintah untuk tahun 2016 terlalu tinggi. Dengan demikian, ia memandang pemerintah perlu segera merevisi target tersebut.
Pandangan Tony ini sejalan dengan realisasi penerimaan pajak hingga 8 Mei 2016 yang baru mencapai 23 persen atau sekira Rp 419,2 triliun. Padahal, pemerintah memasang target penerimaan pajak mencapai Rp 1.822,5 triliun.
"Sejak awal target pajak pemerintah terlalu tinggi, sehingga memang harus segera direvisi. Kalau tidak salah bulan ini APBN akan segera direvisi," kata Tony dalam sebuah seminar di Jakarta, Rabu (11/5/2016).
Tony menuturkan, perekonomian Indonesia kini sedang berada dalam kondisi yang tidak cukup baik. Akibatnya, akan sulit untuk mendapatkan pertumbuhan pajak yang sesuai dengan rencana dan target.
Dengan penerimaan pajak yang sangat lemah dan tidak seperti ekspektasi, maka pemerintah juga akan cenderung mengalami defisit APBN yang besar. Namun demikian, Tony memandang sejauh ini defisit APBN Indonesia masih cukup terkendali.
"Sejauh ini kelihatannya kita masih bisa menangani atau menekan defisit di level paling tinggi 2,5 sampai 3 persen terhadap PDB. Ini yang harus kita jaga, jangan sampai terjadi defisit kita terlalu besar terhadap PDB," terang Tony.
Tax Amnesty
Adapun pengampunan pajak atau tax amnesty diakui Tony diharapkan mampu menutupi penerimaan pajak yang masih terlalu rendah. Namun demikian, Tony mengatakan, tax amnesty belum tentu dapat dijadikan pegangan.
"Rasanya masih defeatable karena di level DPR juga belum tentu disetujui tax amnesty itu. Dan pengalaman di negara lain juga tidak otomatis tax amnesty memberikan penerimaan pajak yang besar. Jadi, tax amnesty masih 50:50," ujar Tony.