Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Perjalanan Bisnis Sang "Pengisi Suara" Tahu Bulat...

Kompas.com - 17/05/2016, 12:13 WIB
Pramdia Arhando Julianto

Penulis

TANGERANG, KOMPAS.com - Masyarakat Jabodetabek saat ini tengah menghadapi "serbuan" pedagang tahu bulat. Di berbagai sudut kota, penjaja panganan itu menyapa pembeli dengan jingle-nya yang khas.

"Tahu bulat, digoreng dadakan limaratusan, anget-anget, gurih-gurih nyoooiii....

Namun sebelum booming seperti saat ini, para penjual tahu bulat sebenarnya telah mulai menggeluti bisnis ini sejak lama. 

Seperti yang dituturkan Saep Bani (45), yang terjun dalam bisnis tahu bulat dan menjajakannya di pinggiran selatan Jakarta. Dia mulai merintis berjualan tahu bulat sejak 2013. Hingga kini dia telah memiliki 20 karyawan yang bertugas menjajakan makanan itu.

Di awal perjalanan bisnisnya, Saep mengajak saudara dan teman-temannya dari Tasikmalaya untuk berjualan tahu bulat di sekitaran Jakarta. Untuk istirahat dan menyiapkan dagangan, dia mengontrak di wilayah Pamulang.

"Dulu mah tidak direkam gitu, tapi langsung pake microphone. Lama-lama terasa capek, terus direkam. Kebetulan ada kawan yang bisa bantu buatkan rekamannya dan kata-katanya saya buat biar menarik dan unik supaya laku tahunya," ujar Saep Bani kepada Kompas.com, saat ditemui di Pamulang 2, Tangerang Selatan Banten, Selasa (17/5/2016).

Meski saat ini pemasaran tahu bulat dilakukan secara sistematis dan masif, lesunya penjualan membayangi usaha yang dijalankan Saep.

Melambatnya perekonomian yang terjadi belakangan ini memang benar-benar dirasakan oleh pelaku usaha kecil seperti Saep. Dia membandingkan omzet penjualannya dua tahun lalu dengan saat ini.

Sekitar 2 tahun lalu, penjualan dalam sehari bisa mencapai 3.000 sampai 4.000 butir tahu per mobil atau motor. Dengan 10 mobil dan dua motor roda tiga, tahu yang terjual bisa sampai 60.000 butir per hari.

"Sekarang 2.500 butir per mobil saja sudah Alhamdulillah," ujar Saep.

Pada tahun 2014 omzet mencapai Rp 11 juta sampai Rp 12 juta per hari, namun 2016 ini hanya mencapai Rp 4 juta sampai Rp 5 juta per hari.

Meski penjualan lesu, Saep dan para "pengikutnya" pantang menyerah. Mereka tetap hilir mudik di perkampungan dan perumahan dengan jingle yang diputar berulang-ulang, demi meraup rupiah untuk menafkahi keluarganya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com