Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Tangan "Mantan" Petani, Kain Tenun Garut Berjaya Lagi...

Kompas.com - 19/05/2016, 19:38 WIB
Sri Noviyanti

Penulis


GARUT, KOMPAS.com -
Sepuluh tahun lalu, mayoritas penduduk Kampung Panawuan, Desa Sukajaya, Kecamatan tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jawa Barat adalah petani. Sekarang, bertandang ke kampung ini yang ditemui adalah para perajin tenun, dengan kehidupan ekonomi jauh membaik.

"Dulu itu, 80 persen penduduk sini (Desa Sukajaya) adalah petani. Sekarang bertani hanya sampingan," ujar Ketua Paguyuban Kampung Tenun Panawuan Garut, Hendar Suhendar, saat ditemui Kompas.com, Kamis (19/5/2016).

Para "mantan" petani menjadikan kerajinan tenun sebagai sumber penghasilan utama karena pendapatan dari usaha tersebut memang lebih baik. Ada 12 kelompok tenun yang melibatkan 90 warga tumbuh di sini. Produknya berupa tenun ikat, songket, timbul, dan sulam.

Pada 2009 hanya ada dua kelompok perajin tenun di Kampung Panawuan, yang itu pun hanya ada enam perajin. Sudah begitu, produk yang dihasilkan hanya satu, tenun putihan. "(Yaitu tenun tanpa motir yang biasanya dipakai untuk motif," ujar Hendar.

"Sebenarnya sejak dulu, selain bertani, sudah banyak penduduk yang memilih menjadi perajin tenun. Sayangnya tenun yang dibuat tidak variatif sehingga harga jualnya juga rendah," ungkap Hendar.

Hendar adalah salah satu perajin "lama". Usahanya memakai nama Sutra Alam Family, "warisan" dari orangtuanya.

Sekarang kerajinan tenun menjadi sandaran utama penghidupan setelah muncul inovasi motif khas dan corak berwarna untuk produk mereka. Tenun ikat jadi andalan baru juga.

KOMPAS.com/SRI NOVIYANTI Kain tenun ikat sutra Garut dalam proses pengerjaan. Gambar diambil pada Kamis (19/5/2016)

Semua bermula dari "campur tangan" Perusahaan Gas Negara (PGN) dan Cita Tenun Indonesia yang tertarik mengangkat kembali kejayaan tenun ikat Garut. Kedua institusi itu mulai turun tangan pada 2010, dengan memfasilitasi alat-alat tenun dan tempat bekerja yang memadai.

"Kami diajarkan pemilihan benang, perebusan, hingga pewarnaan kain tenun agar nilai jualnya tinggi," kata Hendar.

Hasilnya sudah dituai saat ini. Tenun ikat Garut sudah punya panggung tersendiri. Harga jual kain dari kampung ini pun melejit.

Bila semula tenun putihan produk mereka menghasilkan Rp 100.000 sampai Rp 400.000 per lembar, inovasi tenun ikat bisa mendatangkan pendapatan minimal Rp 1,5 juta per lembar kain.

"Harga yang setimpal untuk proses pengerjaan yang panjang," imbuhnya.

Usaha milik Hendar saja sekarang sudah merekrut 30 perajin. Pendapatan usaha per bulan sudah meningkat pula.

"Dulu waktu awal merintis usaha dan produk masih sutra putihan, pendapatan hanya Rp 6 juta (per bulan), kini bisa mencapai puluhan juta," sebut Hendar. Omzet bahkan sudah ratusan juta per bulan.

Bila ada pameran kerajinan, imbuh Hendar, pendapatannya bisa melejit lebih tinggi lagi. "Bisa sampai Rp 50 juta," kata dia.

KOMPAS.com/SRI NOVIYANTI Beragam hasil kerajinan tenun sutra di Kampung Panawuan, Desa Sukajaya, Kecamatan tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Gambar diambil pada Kamis (19/5/2016)
Peningkatan kesejahteraan tak hanya menyambangi Hendar yang punya usaha. Para perajin dan pekerja Hendar juga mengaku menikmati perbaikan ekonomi.

"Biasanya pekerjaan sebagai perajin itu datangnya borongan. Dalam satu minggu bila selesai satu tenun sulam, maka saya bisa bawa pulang kurang lebih Rp 400.000," ujar Alvin (18 tahun), salah satu pekerja Hendar.

Hitungan satu tenunan yang digarap perajin seperti Alvin adalah selembar kain dengan panjang 2,5 meter.

Dipukul rata sebulan ada empat pekan, rata-rata para pekerja Hendar bisa membawa pulang uang Rp 1,6 juta sebulan. Sebagai pembanding, upah minimum regional (UMR) Kabupaten Garut adalah Rp 1,5 juta per bulan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com