Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah El Nino Pergi, Datanglah La Nina...

Kompas.com - 24/05/2016, 07:30 WIB
Aprillia Ika

Penulis

Sumber Bloomberg

KOMPAS.com - Mungkin inilah perputaran alam. Dua fenomena alam, El Nino dan la Nina, datang silih berganti. Dua fenomena ini, pada titik terburuk, bisa menyebabkan kerusakan di muka bumi.

El Nino, yakni pemanasan sepanjang ekuator pasifik. Gejala alam yang satu ini bertanggungjawab atas keringnya persawahan di Asia Tenggara, kebun kakao di Ghana, serta kopi di Indonesia dan gula tebu di Thailand sejak tahun lalu.

Di negara Barat, El Nino bertanggungjawab atas badai besar dan tahun terpanas sejak 1880-an.

Sekarang, permukaan samudra mulai sejuk, yang menjadi tanda hadirnya La Nina. Ilmuwan mengatakan, pola ini berkontribusi akan hadirnya lebih banyak badai di Atlantis, kekeringan di Brasil dan hujan lebat di indonesia dan India.

Mulai hadirnya La Nina, mendorong gas alam di Amerika Serikat, yang bisa menurunkan operasional dan produksi batu bara di Australia dan minyak sawit di Malaysia. Untuk beberapa area, hadirnya La Nina lebih sebagai bencana ketimbang El Nino.

"Ekstrimitas El Nino lebih luas, sementara efek La Nina lebih lama," kata Kevin Trenberth, ilmuwan di National Center for Atmospheric Research di Boulder, Colorado, AS.

Siklus ini berputar tiap dua atau tiga tahun secara rata-rata, dan menjaga temperatur bumi tetab stabil. Namun pada tahun ini, hadirnya La Nina dicermati banyak pihak. Beberapa estimasi menyebutkan, La Nina akan hadir pada Desember tahun ini, sementara estimasi lain menyebutkan akan hadir pada Juli-September.

Menurut Trenberth, El Nino dan la Nina seperti dua sisi mata uang. Satu sisi menghadirkan kekeringan. Sisi lain bisa membuat bencana banjir.

India, Malaysia, Australia

Untuk India, La Nina diartikan "hujan yang baik", menurut Atul Chaturvedi, chief executive officer di Adani Wilmar Ltd, peritel minyak goreng. "India sudah jarang hujan sejak dua tahun, jika La Nina datang tentunya akan ada banyak hujan," kata dia.

Bagi Malaysia, hadirnya La Nina terlambat untuk saat panen sawit, dengan estimasi panen tertinggi pada Februari, dalam delapan tahun.

"Hadirnya La Nina, atau udara normal biasa, tidak akan mengembalikan kerusakan yang diperbuat El Nino sebelumnya. Ini yang sering orang salah perkirakan," kata Ling Ah Hong, director di konsultan perkebunan di Ganling Sdn di Kuala Lumpur, Malaysia.

Namun, Roy Lim, direktur perkebunan di Kuala Lumpur Kepong Bhd, produsen sawit terbesar ketiga di Malaysia, mengatakan jika La Nina yang ekstrim bisa menyebabkan gagal panen. Banjir akan menyebabkan susah panen dan mengurangi kualitas tandan buah sawit segar.

Sementara untuk Austraia, merupakan negara yang akan terkena dampak negatif paling besar dari La Nina. la Nina akan menyebabkan hujan besar dan kemungkinan banjir, menurut Blair Trewin, klimatologis di Badan Meterorologi Nasional Australia.

Pada 2010, La Nina di Australia menyebabkan 85 persen pertambangan batu bara terkena banjir. Harga batu bara naik hingga 383 dollar AS per metrik ton di kuartal I 2011 dari 212 dollar AS per metrik ton di 2010.

La Nina di 2011, membantu mendorong produksi gandum hingga 29,9 juta metrik ton. Juga menyebabkan vegetasi berkembang baik. Namun juga menyebabkan kebakaran rumput saat La Nina berhenti.

Saat ini, dunia menanti seperti apa La Nina yang akan datang. Apakah efeknya seburuk El Nino di 2014?

Kompas TV Hujan Deras, Jakarta Dikepung Banjir

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Bloomberg


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com