Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peluang Indonesia-Inggris Setelah "Brexit"

Kompas.com - 28/06/2016, 16:04 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong menegaskan, keluarnya Inggris dari Uni Eropa setelah hasil referendum memutuskan kemenangan bagi pihak 'Leave', tidak akan banyak mengganggu perundingan Uni Eropa-Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA).

Meksi begitu, Lembong mengemukakan, agaknya perlu bagi Indonesia untuk menangkap peluang dengan Inggris.

"Dari yang bisa saya lihat sih itu enggak ada pengaruh (terhadap UE-CEPA). Tadinya (UE) 28 anggota, kan jadi 27 anggota. (Tapi) Tentunya kita mesti memikirkan bagaimana merundingkan hubungan perdagangan dan investasi dengan Inggris secara terpisah dengan Uni Eropa," kata Lembong kepada wartawan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (28/6/2016).

Lembong juga menegaskan, tidak ada dampak langsung dari "Brexit" terhadap negara-negara khususnya di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Yang ada adalah dampak tidak langsung, yaitu kepercayaan investor dan pelaku bisnis secara global.

"Itu yang bisa mengakibatkan perlambanan laju pertumbuhan ekonomi dunia," ucap Lembong.

Namun diakui Lembong, dampak "Brexit" terhadap perdagangan Indonesia-Inggris belum bisa diprediksikan. Hal itu disebabkan masih ada proses lebih lanjut usai referendum.

"Bentuk persisnya 'cerai' ini belum ketahuan. Ini masih butuh perundingan antara pihak Inggris dan pihak Uni Eropa," tuturnya.

Bisa saja Inggris  keluar dari keanggotaan negara-negara Uni Eropa, tetapi masih tergabung dalam pasar tunggal Uni Eropa. Sama seperti Norwegia, negara anggota pasar tunggal tetapi bukan anggota Uni Eropa.

Dihubungi terpisah, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dzulfian Syafrian menyebutkan ada beberapa peluang yang bisa ditangkap Indonesia dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa.

"Inggris sudah milai menjajakan kerjasama di bidang ilmu pengetahuan dan keuangan," kata Dzulfian kepada kompas.com.

Di bidang ilmu pengetahuan, tren yang berkembang sekarang ini adalah semakin banyak akademisi Indonesia yang tertarik ke Inggris. Inggris pun menyambutnya dengan tawaran kerjasama penelitian dengan pendanaan dari mereka (Newton Fund).

Di bidang keuangan, Inggris merupakan pusatnya keuangan dunia. Dzulfian menyampaikan, beberapa waktu lalu dirinya berkesempatan bertemu dengan perwakilan pemerintah Inggris untuk Indonesia. 

"Mereka sangat tertarik kerjasama dengan Indonesia. Hanya saja, regulasi kita masih sangat lemah dan kurang mendukung untuk pengembangan sektor keuangan," imbuhnya.

Guna menangkap peluang tersebut, Dzulfian mendukung pemerintah memperbaiki regulasi yang menghambat. Pemerintah juga didorong memperkuat kerjasama dengan Inggris.

"Kita kudu proaktif pendekatan ke mereka. Inggris ini ibarat duren (duda keren). Habis cerai sama istri tua. Sekarang lagi cari istri muda," kata Dzulfian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com