Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Tak Perlu Tambah Bank Persepsi untuk Kelola Dana Repatriasi

Kompas.com - 17/07/2016, 09:00 WIB
Iwan Supriyatna

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah telah menunjuk 7 bank persepsi untuk menampung dana repatriasi tax amnesty. Terdiri dari empat bank pelat merah, dan tiga dari swasta nasional.

Ketujuh bank ini yang akan menampung ribuan triliun dana yang datang dari luar negeri. Pengamat dari Center For Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo mengatakan,

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus memfokuskan tujuh bank tersebut dalam menampung dana yang datang dari luar.

Sebab, ada isu beredar pemerintah akan menambah 15 sampai 17 bank atau lembaga keuangan lagi yang dimasukkan dalam list penampung dana tax amnesty.

Dengan menambah lagi bank atau lembaga keuangan, apalagi yang datangnya dari swasta, menurut Yustinus, bisa memicu dana yang datang dari luar kembali ketempat asalnya.

Maka dari itu, pemerintah harus meningkatkan semangat patriotisme dan nasionalisme untuk bank BUMN dan swasta nasional yang ada di Indonesia dalam menampung dana yang besar.

"Kalau dari sisi bank-nya semakin banyak menampung lebih banyak, persoalan tax amnesty kan mengembangkan patriotisme, semangat patriotisme, ini semangat nasionalisme. Ini beri prioritas bank bumn dan swasta nasional. Bank BUMN dan swasta nasional saja. Milik lokal," kata Yustinus dalam laporan tertulisnya, Sabtu (16/7/2016).

Mengapa bank asing sangat ditakutkan menampung dana tax amnesty, karena menurut Yustinus, pusat perbankan tidak ada di Indonesia. Bisa saja, setelah tiga tahun terkunci di Indonesia, dana itu akan balik lagi ke luar.

"Perbankan asing kan kuat, kalau mereka mainkan suku bunga, itu yang kita khawatirkan, jadi terkalahkan bank BUMN dan swasta nasional," tandas Yustinus.

Menurut Yustinus, ada tiga gateway instrumen investasi yang siap menampung dan tax amnesty, yaitu perbankan, perusahaan efek (broker), dan manajemen investasi. Tapi, dapat dipastikan, dana ribuan triliun dari tax amnesty itu akan banyak lari ke perbankan. "Memang syaratnya di lock.

Dari sisi itu memang bisa dikontrol selam tiga tahun. Bank persepsi bisa tampung banyak, bisa juga di BEI untuk beli saham, dan kesempatan juga perusahaan untuk terbitin saham (emiten), dan perusahaan untuk IPO," ucap Yustinus.

Yustinus mengakui, bank persepsi bisa ditambah, ?asalkan ketujuh bank itu sudah tidak siap menampung. Namun, bisa dipastikan ketujuh bank, dan gateway instrumen investasi lainnya mampu menampung dana dari luar.

"Kalau mau nambah (bank persepsi), asalkan tidak sanggup nampung, baru di revisi PMK-nya untuk nambah perbankan lagi," tutur Yustinus. 

Senada dengan Yustinus, Ekonom Senior Indef, Enny Sri Hartati menambahkan, pemerintah tidak perlu menambah bank persepsi, yang diperlukan pemerintah hanya fokus pada ketujuh bank persepsi.

Karena, keempat bank pelat merah dan ketiga swasta nasional yang sudah ditunjuk sudah banyak memberikan pembiayaan ke sektor riil. Namun, kalau ditambah perbankan lain, khususnya bank asing, apakah itu akan memberikan kontribusi besar kepada negara ini.

"Kalau ditambah ini bank persepsi belum tentu menyelesaikan persoalan di lapangan. Harapan uang yang masuk itu sektor-sektor urgent untuk segera di danai, bidang infrastruktur dan investasi jangka panjang. Swasta nasional seperti BTPN dan yang telah ditunjuk saya setuju, mereka mengarah juga ke mikro kecil, ada argumentasinya, tidak perlu menambah, bank persepsi ditambah tidak baik," pungkas Enny.

Kompas TV Pemerintah Siapkan Penampung Dana Mudik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com