NEW YORK, KOMPAS.com - Ketegangan yang memuncak di Laut China Selatan diakui para analis dapat berdampak bagi perdagangan global. Bahkan, dampak konflik tersebut terhadap sektor perdagangan diprediksi besar.
"Kalau konflik meningkat, maka konsekuensinya bagi perdagangan global akan sangat besar," ujar Francois Godement, Direktur Program Asia dan China di European Council on Foreign Relations seperti dikutip dari CNBC, Rabu (20/7/2016).
Dalam laporannya, lembaga pemeringkatan internasional Fitch Ratings menyatakan, potensi implikasi ekonomi dari risiko-risiko geopolitik di Asia bisa berdampak cukup parah.
Laporan ini muncul setelah klaim China atas hampir seluruh wilayah Laut China Selatan ditolak. Kondisi ketegangan yang ada di China Selatan saat ini tengah dipantau secara serius oleh para pemangku kepentingan di industri pengiriman di kawasan tersebut.
Nilai pasar industri tersebut di kawasan Laut China selatan mencapai 5 triliun dollar AS per tahun. Laut China Selatan merupakan jalur perdagangan vital bagi China, Jepang, dan Korea Selatan.
Tidak hanya itu, kawasan tersebut juga penting bagi negara-negara di kawasan barat Pasifik, karena hanya merupakan satu-satunya rute dengan pasar-pasar utama di Amerika dan Eropa. Sekitar 5 triliun dollar AS nilai perdagangan melewati kawasan itu.
Bahkan, menurut laporan The Wall Street Journal, ekspor dan impor Amerika Serikat di kawasan itu saja mencapai 1,2 triliun dollar AS.
Laut China Selatan merupakan kawasan perdagangan barang-barang domestik dan barang-barang mentah yang kemudian transit dan dikirim ke berbagai destinasi di seluruh dunia. Untuk menghindari konflik, kerap kali kapal-kapal pengangkut barang beralih rute.
Akan tetapi, sirkum navigasi semacam itu akan memberatkan bagi perusahaan pengiriman. Pasalnya, biaya akan semakin mahal dan kawasan tersebut adalah rute langsung antara Asia dan Eropa.
Namun demikian, industri menyatakan saat ini belum terpengaruh dengan peningkatan kekuatan militer di kawasan tersebut. Andrew Brooker dari perusahaan asuransi pengiriman Latitude Brokers menyatakan demikian.
"Rute perdagangan belum terdampak, sehingga biaya-biaya belum naik dan masih sedikit diskusi di antara operator di kawasan tersebut terkait disrupsi di Laut China Selatan," jelas Brooker.
Perusahaan pengiriman kontainer terbesar di dunia, Maersk, pun menyatakan operasional di kawasan tersebut masih berlangsung dengan normal. Maersk menuturkan belum ada perubahan prosedur apapun terkait konflik di Laut China Selatan.