JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah dipastikan tetap akan menggenjot efisiensi di industri telekomunikasi pasca dikeluarkannya perhitungan baru biaya interkoneksi di awal Agustus 2016.
Anggota Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Imam Nashiruddin menerangkan, regulator juga tengah mengembangkan insentif kepada operator untuk membangun jaringan. Dengan demikian, tercipta iklim kompetisi yang baik.
"Dengan iklim kompetisi yang baik, pada akhirnya masyarakat yang paling diuntungkan karena jadi punya pilihan dan harga yang semakin terjangkau,” kata dia, Senin (8/8/2016).
Menurut dia, selain instrumen tarif dan interkoneksi, network sharing juga perlu didorong agar coverage operator segera equal dengan cepat.
Imam menambahkan, jika menginginkan adanya layanan broadband yang merata maka para pemain di industri ini tidak perlu alergi dengan kebijakan unbundling local loop, open access, dan lainnya.
“Ini perlu dukungan semua pihak untuk mendahulukan kepentingan nasional dan affordability masyarakat,” lanjut dia.
Biaya Interkoneksi
Menkominfo Rudiantara sebelumnya mengatakan, pemerintah akan tetap fokus mengerjakan dua hal yakni efisiensi dan penyebaran broadband yang merata.
"Bagaimana mencapai hal itu, tentu butuh inovasi baik dari sisi regulasi atau pelaku usahanya,” ungkapnya.
Dia mengharapkan, dengan keluarnya perhitungan biaya interkoneksi baru akan menghasilkan efisiensi bagi pelaku usaha dan tercermin dari penawaran tarif pungut ke konsumen.
“Saya maunya efisiensi yang didapat pelaku usaha itu dirasakan oleh pelanggan,” katanya.
Seperti diketahui, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) akhirnya menyelesaikan perhitungan biaya interkoneksi tahun 2016.
Proses perhitungan panjang sejak 2015 yang menggunakan payung hukum Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 8 Tahun 2006 tentang Interkoneksi itu menghasilkan penurunan biaya interkoneksi secara rata-rata untuk 18 skenario panggilan dari layanan seluler sekitar 26%.
Pemerintah sekarang tengah melakukan revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 52 tahun 2000 yang mengatur tentang penyelenggaraan telekomunikasi dan PP 53 tahun 2000 tentang frekuensi dan orbit satelit.
Perubahan kedua aturan ini akan membuka model bisnis berbagi jaringan dan munculnya Mobile Virtual Network Operator (MVNO) yang diyakini akan mempercepat penetrasi infrastruktur dan layanan broadband.