Oleh : Humbul Kristiawan
“Jika kita berada pada institusi yang salah satu budayanya adalah inovatif, maka bersyukurlah”. Socrates (470 SM - 399 SM)
Tri Rismaharini menyulap kota Surabaya yang sebelumnya penuh sampah menjadi bersih dan rapi.
Ia melakukan hal itu bukan dengan memperbanyak armada pengangkut sampah menuju tempat pembuangan akhir (TPA), melainkan dengan program 3R, reduce, reuse, recycle.
Risma, panggilan akrab Walikota Surabaya itu berpikir, pengelolaan sampah untuk kota sebesar Surabaya, dengan produksi sampah mencapai 2.300 meter kubik perhari, tidak bisa lagi dilakukan secara konvensional dengan mengangkut seluruh sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA).
Cara seperti itu makin lama makin mahal dan tidak efektif.
Karena itu, kata Risma, volume sampah sebisa mungkin harus ditekan mulai dari sumber utamanya, yakni rumah tangga.
Risma pun menggugah kesadaran masyarakat untuk bersama-sama mengelola sampah.
Walikota perempuan Surabaya pertama itu mengajak masyarakat membangun rumah kompos dan bank sampah di lingkungan masing-masing.
Sampah yang sebelumnya tidak berguna, kini malah menjadi sumber penghasilan warga.
Warga bisa menjual sampah organik ke rumah kompos. Warga pun bisa menjual sampah anorganik seperti plastik ke bank sampah.
Sampah organik kemudian diolah menjadi kompos atau pupuk organik yang bisa dijual atau dipakai warga, sedangkan sampah anorganik didaur ulang menjadi bahan baku yang bernilai tambah.
Dengan konsep 3R tersebut, sampah yang dikirim ke TPA kini berkurang hingga menjadi 1.200 meter kubik per hari.
Masyarakat pun diuntungkan karena bisa mendapatkan penghasilan dari sampah.
Sementara itu, di tangan Ridwan Kamil atau biasa disapa Emil, Bandung menjadi kota yang paling interaktif dan komunikatif.
Walikota Bandung itu membangun Bandung Command Centre yang berfungsi sebagai pusat kendali informasi dan pengelolaan data pemerintahan.
Di ruang Bandung Command Center terdapat layar besar yang menayangkan data-data seluruh Satuan kerja perangkat daerah, pantauan kamera CCTV di berbagai tempat, pengaduaan pelayanan publik, dan peristiwa yang terjadi di Kota Bandung melalui media sosial.
Dengan konsep ini, pemkot Bandung bisa mengetahui persoalan warganya secara realtime sehingga bisa segera dicarikan solusinya.
Masyarakat pun bisa menyampaikan keluhannya dengan cepat melalui media sosial.
Pemerintah dan warga akhirnya saling berinteraksi dan bersinergi membangun Kota Bandung.