Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Investasi 350 Juta Dollar AS, PT KTM Siap Pangkas Ketergantungan Gula Impor

Kompas.com - 16/08/2016, 17:02 WIB
Hamzah Arfah

Penulis

LAMONGAN, KOMPAS.com – Pabrik gula PT Kebun Tebu Mas (KTM) yang berada di Kecamatan Ngimbang, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, bersiap memangkas ketergantungan terhadap gula impor.

Direktur Operasional PT KTM Agus Susanto mengatakan, pabrik yang berada di bagian selatan Kabupaten Lamongan ini, memproduksi raw sugar sebanyak 30 persen dari volume, gula kristal putih sekitar 40 persen, dan sisanya berupa gula kristal rafinasi untuk farmasi.

“Pasokan bahan baku, selain kami dapat dari Lamongan, juga berasal dari wilayah sekitar seperti Tuban, Lamongan, Bojonegoro, dan Mojokerto. Dari areal lahan seluas 12.621,9 hektare, milik petani binaan maupun petani mandiri,” ungkap Agus, Selasa (16/8/2016).

Dengan investasi senilai 350 juta dollar AS, sebagian besar digunakan untuk membeli lahan dan permesinan. Untuk mesin, PT KTM mengimpor dari berbagai negara, khususnya dari Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman.

“Kami berharap, pengembalian investasi senilai 350 juta dollar AS, akan bisa terjadi dalam jangka waktu delapan tahun,” terangnya.

Saat ini, PT KTM sudah dilengkapi dengan fasilitas penggilingan (milling) berskala besar, untuk mengolah tebu menjadi gula.

Selain ramah lingkungan, mesin-mesin modern yang dipakai PT KTM diklaim relatif lebih efisien, bila dibandingkan dengan produksi secara manual atau menggunakan mesin lain.

“Kami juga memiliki alat yang mampu mengukur nilai kandungan gula (rendemen) tebu, menggunakan metode sampel inti (core sampler),” tutur Agus.

Dengan mesin tersebut, rendemen tebu bisa lebih terukur, sehingga petani bisa mendapat keuntungan yang lebih tinggi.

Sistem di PT KTM pun sudah terintegrasi, termasuk pengukuran kualitas rendaman yang diklaim sudah menggunakan robotik, di mana hasilnya sudah bisa langsung dilihat.

“Selain produk berupa gula berkualitas SNI, kami juga membuat produk turunan tebu lainnya berupa ethanol dan pupuk organik,” tutup Agus.

Sementara untuk penjualan kepada para petani tebu, PT KTM menerapkan sistem beli putus. Di mana begitu tebu petani masuk ke dalam pabrik, maka petani langsung menerima uang yang menjadi haknya.

Tidak seperti sistem bagi hasil selama ini, yang membuat para petani sampai harus menunggu berbulan-bulan untuk menerima uang yang menjadi haknya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Perkuat Stabilitas Rupiah di Tengah Ketegangan Dunia

Whats New
Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Perdagangan LNG Lintas Negara

Bantu Industri Hadapi Risiko Geopolitik, PGN Bakal Bangun Hub Perdagangan LNG Lintas Negara

Whats New
Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Mendag Musnahkan 27.078 Ton Produk Baja Ilegal Milik PT Hwa Hook Steel

Whats New
Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Survei BI: Penyaluran Kredit Baru Perbankan Tumbuh pada Kuartal I-2024

Whats New
Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Bangun Ekosistem Hunian Terintegrasi Internet, Perumnas Gandeng Telkomsel

Whats New
Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Kalog Express Layani Pengiriman 3.186 Ton Barang Selama Lebaran 2024

Whats New
Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Bank Sentral Jepang Pertahankan Suku Bunga

Whats New
Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Temukan Jaringan Narkotika di Tangerang, Bea Cukai dan BNNP Banten Musnahkan 21 Kg Sabu

Whats New
Dorong UMKM 'Go Global', Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Dorong UMKM "Go Global", Pertamina Kembali Gelar UMK Academy 2024

Whats New
Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Mata Uang Polandia Bukan Euro meski Gabung Uni Eropa, Apa Alasannya?

Whats New
Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Bersinergi Bersama, Bea Cukai dan BNN Usut Tuntas 4 Kasus Peredaran Sabu dan Ganja di Jateng

Whats New
Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Dana Asing Rp 29,73 Triliun Cabut dari Indonesia, Ini Kata Sri Mulyani

Whats New
Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Whats New
Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Whats New
BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com