Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Hambatan Pengembangan Sawit di Lahan Gambut di Indonesia

Kompas.com - 16/08/2016, 17:25 WIB
Aprillia Ika

Penulis

KUCHING, KOMPAS.com - Indonesia masih memiliki sejumlah hambatan pengembangan sawit di lahan gambut. Menurut Kalyana Sundram, Deputi Kepala Malaysian Palm Oil Council (MPOC), salah satu hambatan yakni perlakuan kurang adil dari negara-negara Eropa terhadap produk minyak sawit atau palm oil.

Sundram menceritakan, di Eropa bahkan sejumlah supermarket memberikan gimmick marketing bahwa produk yang mereka jual bebas dari minyak sawit. Penolakan terhadap produk sawit ini juga diperkuat dengan pergerakan Perancis yang berencana menaikkan pajak eskpor sawit.

Hal ini tentu saja merugikan banyak petani sawit kecil di Indonesia dan Malaysia, sebab saat ini 40 persen produksi sawit disuplai petani kecil.

"Kedua negara harus bisa mengkomunikasikan mengenai lahan gambutnya secara lebih terbuka, strateginya dengan memainkan informasi yang lebih berimbang mengenai gambut dan sawit," kata dia, usai acara 15th International Peat Congress di Kuching, Serawak, Malaysia, Selasa (16/8/2016).

Hambatan lain yakni kebakaran lahan yang menyebabkan isu kesehatan. Menurut Sundram, pembakaran lahan apapun itu ilegal di Malaysia. Sehingga lebih sedikit kebakaran lahan di Malaysia.

Menurut dia, butuh assigment dan pengertian untuk mengelola lahan gambut. Juga butuh informasi detil mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yag tidak boleh dilakukan pada pengelolaan lahan gambut.

Oleh karena itu, banyak riset tentang pengelolaan gambut yang harus dipahami pemangku kebijakan dan masyarakat di Indonesia.

Isu kesehatan lain yang menghambat industri minyak sawit yakni isu lemak jenuh di minyak sawit berbahaya bagi kesehatan. Padahal, penelitian terbaru menyatakan tidak. Juga ada isu keberlangsungan populasi hewan di alam liar, seperti orangutan, yang diberitakan populasinya di lahan-lahan gambut untuk swit yang terus susut. Misal di Sabah, Sarawak dan Kalimantan.

Supiandi Sabiham, Guru Besar Institut Pertanian Bogor dan pakar gambut Indonesia, mengatakan salah satu solusi untuk mereduksi kebakaran lahan gambut adalah adanya upaya dari pemerintah, pengusaha dan masyarakat untuk tidak melakukan pembakaran lahan. Sehingga semuanya memikirkan untuk mereduksi masalah kebakaran hutan.

Mungkin juga, dibutuh subsidi untuk mereduksi kebakaran hutan. Sebab terkadang juga masyarakat atau perusahaan kekurangan uang untuk memadamkan api atau mengantisipasi kebakaran lahan.

Antisipasi lain yakni dari sisi regulasi.Sebab, masih ada regulasi di daerah yang membolehkan pemilik ladang dengan luas dua hektare untuk membakar ladangnya. "Ini yang harus dikontrol," kata dia.

Acara 15th International Peat Congress 2016 diselenggarakan di Kuching, Sarawak, Malaysia dari 15-19 Agustus 2016. Kongres ini dimotori oleh Malaysian Peat Society (MPS) yang bekerja sama dengan International Peatland Society (IPS). Acara ini dihadiri 1.000 peserta dari seluruh dunia.

Penyelenggaraan ajang ini di Malaysia disebut menjadi sejarah penting bagi negara di Asia karena untuk pertama kali acara ini digelar di Asia. Sebelumnya, kongres lahan gambut internasional selalu digelar di Eropa dan Amerika Utara.

Kongres ini mempertemukan para ahli di bidang lahan gambut, akademisi dan pelaku usaha kelapa sawit untuk membahas presentasi dan berbagi pengalaman terkait pemanfaatan dan pengelolaan lahan gambut di daerah tropis.

Harapannya, peserta kongres mendapatkan banyak manfaat dari kongres tersebut. Sebab kongres ini akan menghubungkan bisnis, praktisi, peneliti dan pembuat kebijakan melalui praktik-praktik kerja yang baik, solusi bisnis, hasil ilmiah dan inisiatif dunia internasional yang meningkatkan pengelolaan gambut dan industri.

Kompas TV Tim Satgas Berupaya Padamkan Kebakaran Lahan Riau

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com