PASURUAN, KOMPAS.com - Otoritas Jasa Keuangan menyatakan kebijakan Bank Indonesia yang menerapkan acuan 7 Day Repo Rate tak mengganggu likuiditas perbankan.
Di satu sisi, kebijakan acuan baru tersebut diakui akan membuat suku bunga perbankan, utamanya untuk pinjaman, akan turun. Namun di sisi lain, penurunan suku bunga tersebut tidak serta-merta membuat likuiditas diperbankan mengalami pengetatan akibat kaburnya dana milik deposan besar.
Deputi Direktur Pengembangan Pengawasan dan Manajen Krisis OJK, Aslan Lubis mengatakan kalaupun nasabah besar memindahkan dananya dari deposito ke instrumen lain seperti saham dan Surat Berharga Negara (SBN), uang tersebut tetap berada di perbankan.
"Istilahnya, hanya pindah dari kantong kiri ke kantong kanan. Kalaupun deposan besar mengalihkan dananya dengan membeli SBN, pemerintah akan kembali menyimpan dana yang diperoleh dari investor ke bank. Likuiditas tak ada masalah," ujarnya Jumat (26/8/2016).
Aslan mengungkapkan perbankan hingga saat ini likuiditas di perbankan tetap terjaga dan tidak ada "rebutan" dana antara bank dengan pengelola dana investasi. Justru, dengan diterapkannya suku bunga acuan baru dari BI, hal itu akan berdampak positif terhadap perekonomian.
Semakin rendah tingkat suku bunga, hal itu akan berdampak positif terhadap perekonomian. Bank Indonesia sebelumnya telah meluncurkan acuan suku bunga yang baru, yakni 7 Days Repo Rate. Diharapkan, hal itu akan lebih mampu mendekatkan dengan realita pasar yang sebelumnya terlalu jauh dari kondisi industri perbankan.
Saat ini, 7 Days Repo Rate berada di posisi 5,25 persen dan acuan ini dianggap mampu menjadi acuan pasar. Akan tetapi, sejumlah analis sebelumnya menyatakan perubahan acuan tersebut membuat deposito kurang menarik karena imbal hasilnya turun.
Diprediksi, deposan besar akan mengalihkan dananya ke portofolio yang lebih menguntunglan, seperti SBN maupun saham.