Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Isu Kenaikan Harga Rokok Dorong Inflasi di Perdesaan Sentuh 0,06 Persen

Kompas.com - 01/09/2016, 19:53 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Isu kenaikan harga rokok yang berembus sepanjang bulan Agustus menjadi salah satu pendorong inflasi di perdesaan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi perdesaan pada Agustus 2016 sebesar 0,06 persen.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa, BPS, Sasmito Hadi Wibowo menengarai, kurangnya informasi yang jelas di daerah dibandingkan dengan di perkotaan atau kondisi informasi asimetris ini menyebabkan para pengecer di daerah menaikkan harga rokok terlebih dahulu sebelum ada keputusan dari pemerintah.

Padahal, baik pemerintah maupun produsen rokok telah berulang-kali membantah isu kenaikan harga rokok tersebut.

"Terjadi informasi asimetris di daerah-daerah. Mereka, para pedagang eceran melakukan antisipasi sebelum pemerintah betul-betul menaikkan cukai rokok. Jadi itu salah satu penyebab inflasi di perdesaan,” kata Sasmito kepada Kompas.com, Jakarta, Kamis (1/9/2016).

Inflasi perdesaan pada Agustus 2016 yang sebesar 0,06 persen didorong naiknya indeks di enam kelompok penyusun Indeks Konsummsi Rumah Tangga (IKRT).

Salah satu kelompok penyusun IKRT yang mengalami kenaikan indeks adalah makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau yang naik 0,14 persen.

BPS mencatat dari 33 provinsi yang dihitung IKRT-nya pada Agustus 2016, sebanyak 22 provinsi mengalami inflasi perdesaan, sedangkan 11 provinsi mengalami deflasi perdesaan.

Inflasi perdesaan tertinggi terjadi di Provinsi Maluku Utara sebesar 0,99 persen, sedangkan deflasi perdesaan tertinggi terjadi di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 0,53 persen.

Perubahan bobot

Sasmito mengatakan, saat ini bobot rokok dalam konsumsi mencapai 1,5 persen. Namun, jika nanti harga rokok benar-benar dinaikkan, BPS akan melakukan survei konsumsi lagi untuk memotret perubahan konsumsi.

“Kalau naik benar, kita akan survei dulu, terjadi penurunan konsumsi enggak. Jadi misalnya saat ini bobotnya 1,5 persen, kalau harga naik jadi Rp 50.000 mungkin bobotnya menjadi 0,5 karena konsumsinya turun,” kata Sasmito.

Kenaikan harga rokok, sambungnya, akan berpengaruh terhadap inflasi apabila ternyata setelah harga rokok dinaikkan, konsumsi masyarakat tidak turun. “Kalau konsumsinya tidak berubah, inflasinya gede banget,” pungkas Sasmito.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com