Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPPU Temukan Indikasi Kartel Sapi

Kompas.com - 06/09/2016, 18:23 WIB
Pramdia Arhando Julianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha Syarkawi Rauf mengatakan, pihaknya menemukan adanya dugaan praktik kartel yang membuat harga sapi menjadi tinggi.

Temuan tersebut terindikasi dengan adanya penggunaan hormon pertumbuhan pada sapi bakalan impor, sedangkan sapi bakalan lokal tidak menggunakan hormon tersebut.

Syarkawi menjelaskan, penggunaan hormon tersebut menyebabkan sapi bakalan impor lebih cepat siap potong.

"Selama ini kan harga daging sapi segar untuk sapi lokal jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga sapi segar dari bakalan impor, nah kenapa terjadi disparitas harga yang begitu tinggi salah satunya diduga karena faktor regulasi yakni regulasi itu memperbolehkan sapi bakalan impor menggunakan semacam hormon pertumbuhan," ujar Syarkawi kepada Kompas.com, Selasa (6/9/2016).

Syarkawi memaparkan, dengan disuntik hormon pertumbuhan, sapi bakalan impor hanya butuh waktu kurang lebih empat bulan untuk penggemukan yakni menaikkan berat dari 200 kilogram menjadi 450 kilogram. 

"Sementara sapi bakalan lokal yang beratnya 200 digemukan jadi 450 kilogram itu butuh waktu delapan sampai 12 bulan lebih lama, diduga penyebabya karena itu sapi bakalan lokal tidak menggunakan hormon pertumbuhan, tidak disuntik," ungkap Syarkawi.

Dengan demikian, penggemukan sapi bakalan lokal butuh waktu lebih lama, butuh pakan lebih banyak untuk menggemukan dan ongkos tenaga kerja lebih tinggi, dan juga biaya sewa lahan untuk penggemukan menjadi lebih mahal.

"Akibatnya harga di end user jadi berbeda, padahal selama ini harga daging sapi segar bakalan impor itu mengikuti harga daging segar sapi lokal sehingga harga daging itu cenderung naik-naik terus," paparnya.

Untuk itu, Syarkawi menyarankan pemerintah untuk memperbaiki regulasi yang ada. "Salah satu treatment yang harus dilakukan pemerintah adalah melakukan kaji ulang terhadap regulasi itu terkait dengan hormon pertumbuhan," pungkas Syarkawi.

Terkait dugaan kartel ini, Syarkawi menegaskan pihaknya masih dalam tahap penelitian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com