Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antam Tegaskan Tidak Mendorong Kebijakan Relaksasi Ekspor Mineral

Kompas.com - 09/09/2016, 16:44 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - PT Antam (Persero) menyambut positif dan siap mendukung rencana relaksasi ekspor mineral secara terbatas yang digagas oleh pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), terutama pada produk samping (by product) yang belum dapat diolah di dalam negeri.

"Relaksasi ekspor sepenuhnya merupakan inisiatif pemerintah, sehingga Antam tidak pada posisi mendorong atau meminta kebijakan (relaksasi) ini," kata Senior Vice President Corporate Secretary Antam Trenggono Sutiyoso kepada Kompas.com melalui keterangan tertulis, Jumat (9/9/2016).

Sebagai BUMN yang merupakan kepanjangan tangan dalam pengelolaan sumber daya mineral, sambung Trenggono, Antam berkomitmen untuk mendukung kebijakan hilirisasi mineral pemerintah.

Hal ini dibuktikan dengan telah berdirinya pabrik FeNi I, II, dan III di Pomalaa, Sulawesi Tenggara, pabrik Chemical Grade Alumina (CGA) di Tayan, Kalimantan Barat, dan pabrik pengolahan dan pemurnian logam mulia di Pulogadung, Jakarta.

Meski demikian, lanjut Trenggono, Antam memiliki produksi bijih hasil tambang yang merupakan by product tambang yang belum ekonomis untuk mensuplai pabrik Antam maupun pabrik dalam negeri lainnya.

Padahal, by product ini sangat bernilai di luar negeri sehingga bisa ada tambahan pemasukan bagi negara dibandingkan hanya sebagai waste tanpa nilai ekonomis.

Bijih mineral memiliki beberapa karakteristik yang tidak seluruhnya dapat diolah di dalam negeri.

"Adapun pemanfaatan bijih mineral yang belum diolah tersebut dapat dilakukan melalui ekspor bijih mineral, mengingat keterbatasan kapasitas pabrik pemrosesan di dalam negeri," kata Trenggono.

Tawaran Antam 

Lebih jauh Trenggono menyampaikan, bila Antam diberi kepercayaan untuk mengekspor kembali, perseroan akan mengalokasikan bijih nikel kadar tinggi untuk seluruh smelter dalam negeri, dengan harga yang lebih murah dari harga pada saat ini.

Sementara untuk bijih nikel yang tidak dapat dikonsumsi di dalam negeri, akan diekspor. Trenggono menambahkan, bijih kadar rendah (sisa) ini mempunyai kadar yang lebih bagus dari bijih nikel dari Filipina sehingga bila bijih nikel dari Indonesia masuk ke pasar ekspor, maka akan mensubstitusi bijih nikel dari Filipina.

Proyek Smelter

Untuk memanfaatkan cadangan dan sumber daya nikel yang dimiliki, selain melakukan penjualan bijih domestik, saat ini Antam tengah melaksanakan pembangunan pabrik feronikel berkapasitas 13.500 ton nikel dalam feronikel (TNI) di Halmahera Timur, Maluku Utara yang direncanakan selesai pada tahun 2018.

Pada komoditas lain, bauksit, untuk mengoptimalkan nilai tambah potensi bauksit yang dimiliki, saat ini Antam bekerja sama dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum melaksanakan pembangunan pabrik Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) tahap 1 berkapasitas 1 juta ton di Mempawah, Kalimantan Barat.

SGAR direncanakan selesai pada 2019. Trenggono menjelaskan, melalui pengoperasian SGAR, Antam dan Inalum dapat mengolah cadangan bauksit yang ada. Sehingga Inalum akan memperoleh pasokan bahan baku aluminium dari dalam negeri, sehingga mengurangi ketergantungan terhadap impor alumina sekaligus menghemat devisa. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com