Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perubahan Aturan "Network Sharing" Bisa Munculkan Praktik "Transfer Pricing"

Kompas.com - 12/10/2016, 13:23 WIB
Aprillia Ika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah diminta berhati-hati melakukan revisi aturan terkait network sharing atau berbagi jaringan. Sebab jika tidak, bisa memunculkan praktik transfer pricing mengingat pemain seluler di Indonesia didominasi pemain asing.

Dua peraturan yang direvisi yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan perubahan terhadap PP Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.

Transfer pricing sendiri merupakan praktik pengalihan biaya dari sebuah nilai barang atau jasa antara beberapa perusahaan dalam satu nama besar sehingga menggeser laba yang harusnya masuk kas dalam negeri ke perusahaan induk asing.

Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi  (LPPMI) Kamilov Sagala mengingatkan, revisi kedua PP tersebut jika dijalankan menyimpan potensi moral hazard.

Selain itu, juga bisa membuka jalan ke praktik Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) di industri telekomunikasi.

Kamilov Khawatir jika hasil revisi dua PP ini dijalankan, nilai birokrat dianggap bagian dari korporasi. Sementara permainan korporasi dibawa ke birokrat.

"Meminjam istilah mantan Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli, kolaborasi penguasa dan pengusaha ini yang berbahaya mengatur industri. Sebaiknya dibuka draf revisi PP dan konsultasi publik yang lebih transpran saja agar tak menjadi ghibah di kemudian hari,” kata dia, Rabu (12/10/2016).  

Sementara itu Direktur Eksekutif Center for Indonesian Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo dalam sebuah diskusi, kemarin, juga mengatakan bahwa dengan struktur kepemilikan operator yang dimiliki asing, rawan terjadi praktik transfer pricing atau pergeseran laba ke luar negeri dan Indonesia tidak menikmati keuntungan.

Menurut dia, kebijakan yang dibuat Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) membuat ada  pemain yang diuntungkan dan dirugikan jika dijalankan.

“Pertama, itu biaya interkoneksi kan simetris artinya harga satu. Jelas Harga Pokok Produksi (HPP) operator itu beda, bagi yang HPP rendah tentu dapat marjin, nah yang HPP tinggi siapa yang nanggung sunk cost? Kan harusnya dari biaya interkoneksi,” ulasnya.

Kedua, jika revisi kedua PP yang merupakan turunan dari Undang-undang telekomunikasi itu dijalankan, bica memicu praktik monetisasi frekuensi di secondary market.

“Ini kalau dilihat yang untung banyak sebagian operator, tetapi paling rugi operator yang sudah banyak bangun dan negara karena potensi pajak hilang,” ulasnya.

Dia mengingatkan, jika pun nanti terjadi profit yang bertambah dari penerapan network sharing tidak selalu meningkatkan penerimaan negara lewat pajak.

Jika revisi itu resmi diberlakukan, maka hanya beberapa operator seluler yang menanggung keuntungan dari adanya network sharing.

Sebagian besar keuntungan tersebut nantinya justru bakal mengalir ke kantong perusahaan induk mereka di luar Indonesia, sehingga kontradiktif terhadap upaya tax amnesty.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KB Bank Sukses Pertahankan Peringkat Nasional dari Fitch Ratings di Level AAA dengan Outlook Stabil

KB Bank Sukses Pertahankan Peringkat Nasional dari Fitch Ratings di Level AAA dengan Outlook Stabil

BrandzView
Harga Acuan Penjualan Gula Naik Jadi Rp 17.500 per Kilogram

Harga Acuan Penjualan Gula Naik Jadi Rp 17.500 per Kilogram

Whats New
Pertama di Asia, Hong Kong Setujui ETF Bitcoin

Pertama di Asia, Hong Kong Setujui ETF Bitcoin

Whats New
Sebanyak 109.105 Kendaraan Melintasi Tol Solo-Yogyakarta Saat Mudik Lebaran 2024

Sebanyak 109.105 Kendaraan Melintasi Tol Solo-Yogyakarta Saat Mudik Lebaran 2024

Whats New
HUT Ke-63, Bank DKI Sebut Bakal Terus Dukung Pembangunan Jakarta

HUT Ke-63, Bank DKI Sebut Bakal Terus Dukung Pembangunan Jakarta

Whats New
Daftar 17 Entitas Investasi Ilegal Baru yang Diblokir Satgas Pasti

Daftar 17 Entitas Investasi Ilegal Baru yang Diblokir Satgas Pasti

Whats New
BI Banten Distribusikan Uang Layak Edar Rp 3,88 Triliun Selama Ramadan 2024, Pecahan Rp 2.000 Paling Diminati

BI Banten Distribusikan Uang Layak Edar Rp 3,88 Triliun Selama Ramadan 2024, Pecahan Rp 2.000 Paling Diminati

Whats New
Satgas Pasti Blokir 537 Pinjol Ilegal dan 48 Penawaran Pinpri

Satgas Pasti Blokir 537 Pinjol Ilegal dan 48 Penawaran Pinpri

Whats New
Luhut: Apple Tertarik Investasi Kembangkan AI di IKN, Bali, dan Solo

Luhut: Apple Tertarik Investasi Kembangkan AI di IKN, Bali, dan Solo

Whats New
Dollar AS Melemah, Kurs Rupiah Masih Bertengger di Rp 16.100

Dollar AS Melemah, Kurs Rupiah Masih Bertengger di Rp 16.100

Whats New
Hilirisasi Nikel, Bagaimana Dampaknya bagi Pertumbuhan Ekonomi?

Hilirisasi Nikel, Bagaimana Dampaknya bagi Pertumbuhan Ekonomi?

Whats New
Bandara VVIP IKN Bakal Dioperasikan Terbatas Saat Upacara 17 Agustus

Bandara VVIP IKN Bakal Dioperasikan Terbatas Saat Upacara 17 Agustus

Whats New
Kopi Tuku Buka Kedai 'Pop-up' Pertamanya di Korsel

Kopi Tuku Buka Kedai "Pop-up" Pertamanya di Korsel

Whats New
PT GNI Gelar Penyuluhan Kesehatan Guna Perbaiki Kualitas Hidup Masyarakat Morowali Utara

PT GNI Gelar Penyuluhan Kesehatan Guna Perbaiki Kualitas Hidup Masyarakat Morowali Utara

Whats New
Dollar AS Menguat, Perusahaan Berorientasi Ekspor Merasa Diuntungkan

Dollar AS Menguat, Perusahaan Berorientasi Ekspor Merasa Diuntungkan

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com