Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK, KPPU, dan Ditjen Pajak Diminta Cegah Kerugian Negara akibat Perang Tarif Seluler

Kompas.com - 15/10/2016, 12:29 WIB
Aprillia Ika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan diminta untuk segera turun tangan mencegah kerugian negara akibat perang tarif seluler.

Perang tarif seluler ini merupakan imbas dari polemik antaroperator yang dipicu revisi PP 52 Tahun 2000 tentang penyelenggaraan telekomunikasi dan PP 53 Tahun 2000 tentang penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit.

Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengatakan bahwa tujuan revisi dua PP ini adalah untuk efisiensi industri telekomunikasi. Dalam revisi PP tersebut, termaktub usulan aturan berbagi jaringan dan interkoneksi.

Ahmad Alamsyah Saragih, Komisioner Ombudsman, justru berpendapat bahwa revisi dua PP ini akan menciptakan inefisiensi. Bahkan, dampaknya bisa lebih luas lagi, yakni berpotensi merugikan negara.

Menurut dia, memang revisi PP ini seolah-olah membuat efisiensi. Padahal, efisiensi ini hanya terjadi pada sebagian operator, tetapi di sisi lain bisa membawa kerugian multiplier effect bagi industri telekomunikasi.

"Jadi secara agregat tidak menguntungkan sektor telekomunikasi. Itu yang menjadi perhatian dari Ombudsman,” kata Alamsyah dalam keterangannya, di Jakarta.

Menurut dia, revisi dua PP ini cenderung berpotensi merugikan keuangan negara dan dapat menimbulkan mala-administrasi.

Salah satu bukti mala-administrasi yang akan terjadi adalah adanya perang tarif antaroperator telekomunikasi. Alamsyah melihat indikasi perang harga antar-operator telekomunikasi sudah mulai terlihat dari tarif promosi yang mereka keluarkan.

Memang tarif promosi diperbolehkan dalam regulasi telekomunikasi. Namun, promosi yang tidak memiliki batas waktu yang jelas dan selalu diperpanjang oleh operator, menurut Alamsyah, bisa dikategorikan sebagai perang harga.

"Jika perang harga ini terus terjadi maka potensi penerimaan negara dari PPn akan berkurang,"

Alamsyah menilai, selama ini Kementerian Komunikasi dan Informatika membiarkan sejumlah operator melakukan praktik promosi dan penjualan produk di bawah harga pokok produksi.

Jika pemerintah terus membiarkan praktik promosi seperti ini, maka potensi pendapatan negara dari PPn akan hilang.

“KPK juga seharusnya bisa memeriksa operator telekomunikasi yang melakukan perang tarif ini. Karena ada potensi kerugian negara maka KPK bisa memeriksa praktik perang harga yang merugikan negara tersebut,” terang dia.

Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), mengatakan bahwa selain KPK, maka KPPU dan Ditjen Pajak juga dapat segera memeriksa operator telekomunikasi yang melakukan perang tarif.

"Sebab perang tarif yang dilakukan oleh operator telekomunikasi tersebut mengarah ke predatory pricing yang berpotensi mengurangi pendapatan negara dari pajak," katanya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com