Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Rekomendasi BI bagi Bank Sentral untuk Hadapi kebijakan Moneter Negara Maju

Kompas.com - 31/10/2016, 13:01 WIB
Aprillia Ika

Penulis

NUSA DUA, KOMPAS.com - Kebijakan moneter yang ditempuh negara-negara maju seperti untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya dinilai telah mengakibatkan neraca bank sentral di negara-negara tersebut mengalami peningkatan.

Di negara berkembang, kebijakan bank sentral negara maju tersebut telah menyebabkan arus masuk modal. Arus masuk modal ini akan meningkatkan aset dan sekaligus kewajiban karena penyerapan likuiditas valas bank sentral.

Dampaknya, pertama yakni laporan keuangan bank sentral menjadi semakin kompleks. Kedua, dengan membesarnya valas yang dipegang bank sentral, muncul risiko kurs yang dapat berpengaruh terhadap surplus atau defisit keuangan bank sentral.

Bank Indonesia (BI) mencoba memberikan sejumlah solusi, melalui seminar “Issues, Challenges and Impact of Dynamic Global Changes on Central Bank Finance”, hari ini (31/10/2016) di Tanjung Benoa, Bali. Seminar internasional ini diselenggarakan BI, bekerja sama dengan SEACEN (South East Asian Central Banks).

Dalam pidato sambutannya, Deputi Gubernur BI Hendar mengatakan, berdasarkan pengalaman BI, ada sejumlah masalah yang penting dalam mempersiapkan standar akuntansi bank sentral.

Pertama, standar akuntansi harus dapat menggambarkan keunikan bisnis bank sentral. keunikan tersebut misal revaluasi akuntansi, perawatan pada keuntungan atau kerugian kurs, catatan uang yang beredar.

Kedua, bank sentral hanya harus menghasilkan laporan keuangan yaitu relevan dengan bank sentral. BIdalam hal ini tidak lagi menyediakan Laporan Arus Kas dan Laporan Capital seperti entitas komersial.

Ketiga, penyajian laporan keuangan tidak hanya menggambarkan sifat atau jenis instrumen yang digunakan, tetapi juga mampu menjelaskan fungsi atau tugas yang dilakukan oleh bank sentral.

Selain itu, bank sentral juga menghadapi tantangan untuk mengkomunikasikan kebijakan mereka kepada publik.

Menurut Hendar, kebijakan yang diambil oleh bank sentral yang bertujuan untuk mencapai tujuan bank sentral, harus juga disampaikan kepada para pemangku kepentingan untuk memperoleh pemahaman yang memadai mengenai proses pembuatan kebijakan, pelaksanaan kebijakan bank sentral, dan efek keuangan onthe keuangan bank sentral.

Tantangan terakhir, tata kelola keuangan bank sentral diperlukan untuk meningkatkan kredibilitas bank sentral. Tata kelola tersebut, termasuk struktur dan proses, diharapkan untuk memperkuat akuntabilitas keuangan dan smooth communication dengan para pemangku kepentingan.

Untuk menghadapi masalah tersebut, BI dan SEACEN membentuk penelitian mulai 2015 lalu. Di mana BI diangkat sebagai pemimpin proyek dan 5 (lima) bank sentral di SEACEN sebagai anggota tim proyek.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa bank sentral adalah entitas yang unik. Perlu dicatat bahwa tidak ada kerangka tertentu yang sejalan dengan karakteristik pertimbangan bank.

Penelitian tersebut mencatat, adopsi IFRS memiliki beberapa keterbatasan bila diterapkan pada bank sentral, oleh karena itu, sebagian besar bank sentral yang disurvei menyatakan kebutuhan pengembangan konvensi perlakuan akuntansi untuk transaksi cental Bank spesifik ini.

Dengan demikian, bisa meminimalisir potensi loss bank sentral atau tidak mengganggu profit bank sentral. "Yang penting adalah pemahaman balance sheet bank sentral, karena surplus atau defisit bukan ukuran. Ini harus dipahami misal oleh Komisi XI, pihak pajak, BPK dan sebagainya," lanjut dia.

Harapannya, sistem akuntansi yang digunakan BI ini akan diadopsi oleh bank sentral lain. Sehingga pemahaman semua bank sentral di wilayah ASEAN menjadi sama.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com