Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Negara Berkembang Lebih Optimistis ketimbang Negara Maju

Kompas.com - 01/11/2016, 18:34 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap masa depan maupun institusi di negara maju dan berkembang sangat berbeda.

Di negara berkembang, masyarakat masih optimistis terhadap masa depannya, tetapi bagaimana di negara maju seperti Amerika Serikat?

Steve Schmidt, Vice Chairman Public Affairs Edelman Indonesia sekaligus pakar politik kenamaan AS, menyatakan, pihaknya telah melakukan studi selama sekira 15 tahun di seluruh dunia mengenai tingkat kepercayaan.

Adapun aspek kepercayaan yang dikaji antara lain kepercayaan terhadap bisnis, pemerintahan, media, dan lembaga non-pemerintah.

“Ketika melihat tingkat kepercayaan di negara berkembang, masyarakat optimistis tentang masa depannya,” ujar Schmidt dalam acara bincang-bincang bersama media di Jakarta, Selasa (1/11/2016).

Masyarakat di negara berkembang, termasuk di Indonesia, percaya bahwa anak mereka kelak akan memiliki kesempatan yang lebih terbuka lebar ketimbang orang tuanya.

Selain itu, imbuh Schmidt, masyarakat di negara berkembang cenderung yakin bahwa masa depan adalah kesempatan.

Akan tetapi, hal sebaliknya terjadi di negara-negara Barat yang merupakan negara maju. Masyarakat di negara maju seperti di AS dan Eropa memiliki pandangan yang sangat berkebalikan dengan masyarakat negara berkembang.

“Mereka memiliki pandangan yang sangat gelap terhadap masa depan, mereka pesimistis,” jelas Schmidt, yang pernah menjadi tim kampanye mantan Presiden George W Bush, mantan kandidat capres AS John McCain, dan mantan gubernur negara bagian California Arnold Schwarzenegger.

Optimisme dan Pemilu AS

Schmidt menjelaskan, kepercayaan tersebut juga menjadi hal yang sangat berpengaruh dalam panggung pemilihan presiden AS.

Masyarakat AS saat ini, kata dia, memiliki kepercayaan yang amat rendah terhadap institusi-institusi di AS.

“Yang mempengaruhi pemilu AS adalah anjloknya kepercayaan pada hampir seluruh institusi di AS, kecuali militer AS. Kepercayaan terhadap militer AS naik signifikan dalam satu dekade terakhir,” tutur Schmidt.

Menurut Schmidt, kondisi yang dipandangnya berpengaruh terhadap kepercayaan warga AS bukan serangan teroris pada 11 September 2001 silam, melainkan krisis keuangan yang melanda AS pada tahun 2008.

Setidaknya 13 juta warga AS kehilangan tempat tinggal dan 12 juta lainnya kehilangan pekerjaan sebagai dampak krisis.

“Lebih dari 1 triliun dollar AS kekayaan hilang dan 1 triliun dollar AS uang pembayar pajak keluar untuk bail out, serta satu orang bankir Wall Street dipenjarakan,” terang Schmidt.

Ia mengungkapkan, ketika kepercayaan hilang, maka kekuatan institusi akan menjadi lemah. Inilah yang menjadi salah satu dari sekian banyak tantangan yang menanti presiden terpilih AS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com