JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio mengatakan, untuk saat ini faktor dalam negeri cenderung lebih memberikan pengaruh kuat terhadap pergerakan bursa daripada faktor eksternal.
Faktor eksternal yakni seperti keputusan Federal Reserve menahan penaikan suku bunga imbas instabilitas politik jalan pemilu presiden di Amerika Serikat (AS) pada 8 November mendatang.
"Saya menganggap, ya secara psikologis sudah diprediksi (keputusan Fed). Tetapi domestik kita, bunga itu jauh lebih penting, karena itu memengaruhi orang (investor) asing," kata Tito di Jakarta, Kamis (3/11/2016).
Meski begitu, Tito menyebut investasi asing ke Indonesi sebenarnya tidak besar.
Menurut Tito, kalau mereka memindahkan dana pada fixed income karena suku bunga acuan AS naik, mereka akan memindahkan dari tempat lain, bukan dari Indonesia.
"(Tetapi) Ya sesaat terjadi fluktuasi, namun akan balik lagi," ucapnya kemudian.
Lebih jauh Tito mengatakan, suku bunga acuan bank sentral Indonesia dan inflasi justru menjadi faktor penting bagi para penanam modal.
"Bayangkan, dulu BI rate 7,5 persen, inflasinya 4 persen. Bedanya 3,5 persen. Sekarang, 7-days reverse repo rate 4,75 persen, inflasi 3,5 persen. Ini membaik menurut saya," kata Tito.
Waspada China
Dia menambahkan, alih-alih dari Amerika Serikat, faktor eksternal yang lebih memberikan pengaruh terhadap bursa sebenarnya datang dari China.
"Karena kita (bursa) banyak dari mereka (China). Inggris enggak banyak, makanya Brexit enggak ada (pengaruh) apa-apa ke kita (bursa)," pungkas Tito.
Sebelumnya, Bank sentral AS Federal Reserve memutuskan untuk menahan suku bunga acuan Fed Fund Rate (FFR).
Namun demikian, The Fed tetap membuka peluang untuk kenaikan suku bunga pada bulan Desember 2016 mendatang. Federal Open Meeting Committee (FOMC) tampaknya tidak akan mengambil keputusan menjelang pemilihan presiden AS yang tinggal hitungan hari.
Akan tetapi, The Fed menyatakan kemungkinan kenaikan FFR terus menguat.