KOMPAS.com - Mari lupakan sejenak kehebohan demo 4 November, dan menoleh ke kehebohan lain yang juga tak kalah ramainya diperbincangkan.
Tatkala sebagian orang serius menyimak pernyataan Presiden soal keterlibatan aktor politik di belakang demo 4 November, sebagian besar kelas menengah justru kasak-kusuk mengobrolkan jaket yang dipakai Presiden.
(Baca: Jokowi Tampil Keren dengan “Bomber Jacket”)
Sehari setelahnya, "Bomber Jacket" buatan Zara di berbagai pusat perbelanjaan ludes terjual. Bahkan penjualan jaket KW pun dikabarkan tak kalah kencangnya. Para penjual jaket tersebut di toko online juga kewalahan melayani tingginya permintaan.
Hal itu juga sempat membuat saham PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) selaku pemegang hak waralaba Zara di Indonesia melonjak signifikan yakni sebesar 4,5 persen. Investor senang lantaran salah satu jualan perusahaan ritel ini laris manis di pasar.
Bentrok yang terjadi pasca-demo 4 November oleh segelintir oknum, tak terlalu merisaukan kelas menengah untuk kembali melakukan kegiatan rutinnya: melakukan konsumsi. Pusat perbelanjaan tetap ramai. Kendaraan menuju ke tempat wisata tetap berjubel.
Ketegangan politik di tingkat elit? Biarlah itu jadi urusan politisi dan pemerintah. Yang penting tetap bisa berkoar di media sosial sembari memilah model fesyen terbaru dan berburu kuliner yang direkomendasikan teman.
Menjadi konsumtif
Dalam era kapitalisme lanjut seperti sekarang, semua orang berhak menafsirkan apapun. Termasuk saat Presiden mengimbau agar masyarakat tenang, bisa jadi dimaknai sebagai dorongan untuk tampil lebih keren.
Kegiatan konsumsi memang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari aspek perekonomian Indonesia.
Karena konsumsi, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap melaju di atas 5 persen, tepatnya 5,02 persen di akhir kuartal III 2016. Sekaligus menjadikan ekonomi Indonesia terdepan di antara negara-negara di kawasan ASEAN, bahkan salah satu yang tertinggi di dunia.
(Baca: Makin Melambat, Ekonomi Indonesia Kuartal III 2016 Tumbuh 5,02 Persen)
Tanpa kelas menengah yang konsumtif, tentu akan sangat sulit bagi Indonesia untuk berada di jajaran negara-negara yang pertumbuhannya paling tinggi selain China dan India. Dan, hal ini patut dijaga agar pertumbuhan ekonomi tetap on track sesuai target pemerintah.
Berbicara tentang konsumerisme, tentu ada berbagai motif yang mendorong orang menjadi konsumtif.
Jean Baudrillard misalnya. Dalam bukunya berjudul "Masyarakat Konsumsi" (1998) dia menyebutkan bahwa masyarakat kontemporer membeli barang bukan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan (needs) namun lebih sebagai pemenuhan hasrat (wants). Mereka akan "membeli" simbol-simbol yang melekat pada suatu objek.