Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasca-Pilpres AS, Rupiah Melemah 2,23 Persen

Kompas.com - 17/11/2016, 18:32 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemilihan presiden AS yang memutuskan Donald Trump dari Partai Republik sebagai presiden terpilih telah menyebabkan berbagai ketidakpastian global dalam waktu sekejap.

Tidak hanya di pasar keuangan global, Indonesia pun turut terkena imbasnya dengan pelemahan nilai tukar rupiah yang cukup dalam terhadap dollar AS.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo menyebut, sejak 8 November 2016 hingga 16 November 2016, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sudah terdepresiasi sebesar 2,23 persen.

Meski demikian, dibandingkan dengan negara-negara lain, pelemahan rupiah tersebut masih dikategorikan lebih baik.

“Ke depan, kita melihat masih ada periode yang terus diwaspadai. Hasil pemilu AS membuat presiden terpilihnya harus menindaklanjuti langkah-langkah yang dijanjikan di dalam kampanye,” kata Agus dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur BI di Jakarta, Kamis (17/11/2016).

Pada kesempatan yang sama, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menjelaskan, apa yang terjadi di pasar keuangan sejak kemenangan Trump tidak hanya terjadi di pasar keuangan Indonesia.

Pada waktu hari pertama kemenangan Trump, nilai tukar dollar AS sempat melemah dan mata uang utama lainnya pun menguat, seperti poundsterling, yen, dan franc Swiss, sementara mata uang negara-negara berkembang agak melemah.

Kemudian, pada tanggal 10 November 2016, pasar keuangan melakukan analisis-analisis yang belum tentu benar. Analisis tersebut antara lain mengenai kemungkinan kebijakan Trump yang ekspansif terhadap anggaran Pemerintah AS.

“Artinya defisit anggaran Pemerintah AS akan meningkat dan membuat yield surat utang pemerintah AS meningkat,” ujar Mirza.

Mirza menuturkan, yield 10 tahun surat utang pemerintah AS naik dari 1,7 persen menjadi sekitar 2,2 persen atau sekira 50 basis poin.

Kondisi tersebut membuat mata uang negara-negara emerging markets melemah. Mirza memberi contoh, pelemahan mata uang Meksiko terjadi sekitar 10 hingga 11 persen.

Adapun pelemahan mata uang Brasil sekitar 9 persen. “Negara-negara emerging markets lain melemah karena kenaikan yield surat utang Pemerintah AS. Kenaikan yield di AS membuat nilai dollar AS menjadi menarik, dan investasi pindah kembali ke dollar AS,” tutur Mirza.

Pada akhir pekan lalu, rupiah dibuka melemah pada posisi Rp 13.500 per dollar AS sejalan dengan pelemahan mata uang negara-negara berkembang lainnya.

Hal yang dilakukan oleh BI, kata Mirza, adalah hadir di pasar, baik pada pasar valuta asing maupun pasar surat berharga negara (SBN).

Setelah kehadiran BI di pasar tersebut, imbuh Mirza, rupiah kembali menguat pada kisaran Rp 13.250 per dollar AS. Kehadiran BI tersebut dimaksudkan untuk menjaga rupiah agar tidak keluar dari nilai fundamentalnya.

“Kemudian pasar mulai tenang. Pada Senin dan Selasa (14 dan 15 November 2016) sudah jauh lebih baik. Sampai hari ini, di level yang jauh lebih baik,” ujar Mirza.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com