Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YLKI Kritik Kebijakan Impor Pangan Pemerintah

Kompas.com - 05/12/2016, 18:47 WIB
Pramdia Arhando Julianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan pemerintah dalam mengatasi persoalan pangan di Indonesia dengan mengimpor bahan pangan menjadi sorotan.

Hal ini dikhawatirkan menjadi kebiasaan dalam memenuhi dan menekan harga bahan pangan di Indonesia.

Padahal, impor tak perlu dilakukan jika pengelolaan pertanian diperbaiki dari mulai produksi, pasca produksi hingga distribusi.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melontarkan kritik kepada pemerintah yang kerap melakukan impor pangan dengan dalih mengatasi harga pangan di dalam negeri.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menilai, impor bahan pangan oleh pemerintah menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan dan memperbaiki struktur pasar.  

"Sedikit-sedikit impor. Justru, saya menduga dengan kuat kondisi ini didistorsi sedemikian hebat, sehingga dimanfaatkan untuk membuka keran impor," tegas Tulus di Bakoel Koffie Cikini, Jakarta, Senin, (5/12/2016).

Menurutnya, kebijakan impor memang solusi paling mudah dalam menetralisir harga di pasar. Namun, pihaknya menyebutkan kebijakan impor perlu dilawan karena memberikan keuntungan kepada oknum yang tidak bertanggung jawab.

"Ada pemain besar yang mendistorsi pasar dengan cara menimbun atau apa pun sehingga harga pangan naik. Ini lalu menjadi alasan untuk mengguyur pasar dengan impor. Justru, ini harus kita tolak," tambahnya.

Dirinya pun mengingatkan janji Presiden Joko Widodo sejak berkampanye agar Indonesia tidak melakukan kebijakan impor komoditas. 

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengaku siap membuka keran impor cabai jika harga komoditas pangan ini terus bergerak naik.

Saat ini harga cabai berada di kisaran Rp 60 ribu hingga Rp 65 ribu per kilogram (Kg), yang berarti sudah mendekati harga tertinggi.

"Kalau harganya naik lagi, kalau terlalu mahal, mau tidak mau kita cari dari luar (impor). Tapi kita lihat nanti," kata Darmin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com