JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar mengungkapkan, permasalahan soal negosiasi bagi hasil (split) jadi alasan belum ditandatanginya Production Sharing Contract atau kontrak bagi hasil (PSC) Blok East Natuna.
Hingga kini, belum ada kesepakatan negosiasi antara pemerintah dengan konsorsium kontraktor Pertamina, ExxonMobil dan PTT Thailand.
Padahal, PSC telah ditawarkan kepada konsorsium kontraktor dengan bagi hasil sebesar 40? persen.
"Salah satunya masalah split, pembagiannya. Ini sedang dibicarakan," ujar Arcandra dalam forum pengembangan Migas kawasan Natuna di Crown Plaza, Selasa (6/12/2016).
Menurut Arcandra, seharunya penandatangan kontrak perjanjian dilakukan pada 14 November lalu.
Namun, pemerintah ingin merumuskan kembali perjanjian, sehingga pemerintah memutuskan untuk menunda.
Arcandra berharap, negosiasi terkait dana bagi hasil split selesai pada awal tahun 2017.
"Kami menginginkan penandatangan kontrak tiga minggu lalu atas, kami tunda sedikit. Awal tahun 2017, mohon bersabar menanti yang diputuskan," katanya.
Sekadar informasi, cadangan gas di Blok East Natuna mencapai 46 triliun kaki kubik (TCF). Cadangan ini lebih banyak empat kali lipat dibandingkan Blok Masela.
Presiden Joko Widodo sedianya meminta percepatan pengembangan East Natuna. Sebab wilayah ini masuk dalam "9 Dash line" yang diklaim China. Klaim dari China dianggap sebagai ancaman kedaulatan RI.