Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Kuli Panggul Ini Berhasil Jadi Juragan Ikan Presto

Kompas.com - 06/01/2017, 14:30 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Bunyi desis panjang khas panci presto terdengar sayup-sayup dari sebuah bangunan sederhana. Aroma bumbu rempah cukup menyengat menyeruak seisi dapur berukuran sekitar 150 meter persegi yang memproduksi pindang ikan laut dan bandeng presto.

Di sudut lain, tiga orang pekerja mengepak pindang tongkol pada keranjang kecil dari bambu. Pekerja lainnya sibuk mencuci bahan baku ikan yang mereka pilah sesuai ukuran dan menempatkan di keranjang−keranjang plastik, sebelum proses perebusan.

Begitulah sekelumit aktivitas rutin di dapur produksi milik Muhtadin, yang berlokasi di Kampung Cipayung RT 05 RW 02, Kelurahan Abadijaya, Kecamatan Sukmajaya, Depok, Jawa Barat, yang dikunjungi Kontan, Sabtu (24/12/2016) lalu.

Muhtadin pria asal Tasikmalaya yang akrab disapa Mumu Cuik ini dikenal warga sekitar sebagai pengusaha ikan laut yang merintis usaha dari nol. Pada awalnya Mumu hanya pedagang ikan cuik yang mangkal di emperan pasar dan stasiun kereta pada akhir 1983, kali pertama dia menginjakkan kakinya di kota belimbing itu.

Mumu terpaksa meninggalkan kampung halaman yang luluh lantak diamuk letusan Gunung Galunggung pada 1982.

Bencana gunung meletus membuat ekonomi keluarganya lumpuh. Lahan pertanian tak bisa ditanam, apalagi orangtua Mumu hanya petani kecil. Usaha sang paman yang banyak membantu keluarga juga terkapar.

"Paman saya bandar domba. Usahanya bangkrut saat gunung meletus," katanya.

Tak ada pilihan selain merantau ke kota dengan harapan dapat mengubah nasib. Padahal, kala itu, usia Mumu masih sangat belia, baru 13 tahun dan baru saja tamat sekolah dasar.

Di Depok, Mumu menumpang saudara yang rutin berjualan ikan cuik. Di samping membantu saudara berdagang, ia mengumpulkan rupiah dengan bekerja serabutan.

"Hampir selama setahun saya kerja kuli panggul di pasar," kenang bapak lima anak ini.

Setahun kemudian, Mumu mencoba usaha sendiri dengan mengambil ikan cuik dari pemasok. Lalu, Stasiun Depok Lama, Pasar Depok Jaya, dan Pasar Lenteng Agung Jakarta Selatan, menjadi lapak Mumu memungut rezeki. Ya, tanpa modal sepeser pun karena hanya mengambil barang dan setor hasil penjualan.

Dari penjualan, Mumu mengantongi laba Rp 3.000–Rp 4.000 per hari.

Buruh pabrik

Akhir 1984, pria kelahiran 6 Maret 1968 ini berhenti berjualan ikan cuik karena tergiur bekerja di pabrik. Tapi hitung punya hitung, gaji buruh pabrik ternyata banyak tekor ketimbang dagang di pasar.

Hanya 10 bulan bertahan menjadi buruh pabrik dengan upah Rp 19.000 per minggu. "Saya berpikir lebih enak dagang daripada menjadi buruh pabrik," akunya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com