Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan "Trade Remedy" Baru Hambat Ekspor Indonesia ke Uni Eropa

Kompas.com - 09/01/2017, 12:39 WIB
Aprillia Ika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menjelang tutup tahun 2016, Parlemen Eropa dan European Council telah menyetujui proposal modernisasi kebijakan "trade remedy".

Modernisasi ini bisa mengancam ekspor Indonesia ke Uni Eropa. Aturan baru ini akan menghambat laju impor ke semua negara Uni Eropa Eropa melalui tindakan antidumping dan antisubsidi.

Untuk itu, lonceng peringatan mulai dibunyikan pemerintah Indonesia. Pemerintah mewaspadai hasil persetujuan parlemen Eropa tersebut.

"Penerapan modernisasi trade remedy ini bisa menghambat laju ekspor Indonesia ke Uni Eropa," tegas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Dody Edward di Jakarta, Senin, (9/1).

Parlemen Eropa dan European Council menyetujui proposal modernisasi kebijakan trade remedy tersebut pada 13 Desember 2016 setelah diusulkan Komisi Uni Eropa sejak 2013.

Proposal itu dilatarbelakangi makin tingginya serbuan produk-produk murah asal China, seperti produk baja. Akibatnya industri domestik Uni Eropa kalah bersaing dan gulung tikar.

Uni Eropa juga secara khusus mengacu kepada Amerika Serikat (AS) yang telah menerapkan praktik serupa dalam aturannya.

Dody Edward menuturkan bahwa Komisi Uni Eropa antara lain akan menghapus aturan lesser duty.

Uni Eropa secara konsisten menerapkan prinsip lesser duty sehingga membuat Uni Eropa berbeda secara signifikan dengan AS.

Aturan lesser duty memungkinkan pengenaan tingkat bea masuk antidumping dengan besaran (level) yang lebih kecil dari margin dumping yang ada, sepanjang besaran tersebut dianggap proporsional untuk memulihkan kerugian industri domestik sebagai akibat impor produk dumping.

Aturan lesser duty dihilangkan terutama untuk menghadang impor dari negara yang dianggap memiliki particular market situation yang mendistorsi harga bahan baku.

Negara berkembang seperti Indonesia perlu berhati-hati dan mengantisipasi seandainya Indonesia dianggap memiliki particular market situation.

"Kepada negara-negara dengan kondisi tersebut, Uni Eropa akan menerapkan metode baru dalam menghitung besaran dumping,” ujar Dody.

Otoritas Uni Eropa, lanjut Dody, akan menolak menggunakan harga atau biaya produksi yang berlaku di negara tersebut, serta memilih menggunakan harga referensi di negara lain yang dianggap tidak terdistorsi sebagai pembanding dalam menentukan besaran dumping.

“Hal ini akan mempermudah Uni Eropa atau AS menggunakan data dari negara ke-3 untuk menetapkan besaran dumping yang menyebabkan menggelembungnya margin dumping,” lanjut Dody.

Halaman Berikutnya
Halaman:



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com