Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketidakpastian Kebijakan Trump Bikin Harga Emas Terus "Kinclong"

Kompas.com - 27/01/2017, 14:23 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

Sumber CNBC

NEW YORK, KOMPAS.com - Harga emas dunia berada di bawah tekanan sejak reli penguatan terjadi pada saham dan dollar AS setelah kemenangan Donald Trump dalam pilpres AS.

Namun, sebuah laporan menyatakan investor kini kembali optimis pasca-pilpres, tecermin dalam perbaikan harga emas.

Mengutip CNBC, Jumat (27/1/2017), UBS menyatakan ada ruang bagi emas untuk terus menguat. Ini sejalan dengan ketidakpastian di sekitar kebijakan fiskal AS.

"(Harga) emas telah membaik dan ketidakpastian saat ini dapat mendorong investor meraup keuntungan sebisa mungkin, khususnya ketika permintaan emas musiman telah mulai pudar," ungkap UBS.

Pada awal pekan ini, harga emas menjulang ke level tertinggi dalam dua bulan, didorong melemahnya dollar AS dan ketidakpastian terkait kebijakan Presiden Trump.

Dalam catatan risetnya, UBS menyatakan dalam perspektif jangka pendek, harga emas sudah pulih dengan kenaikan sekira 5 persen pada 2017. Namun, terus melemahnya dollar AS dapat mendorong harga emas lebih tinggi.

Pekan lalu, komentar Trump bahwa dollar AS terlalu kuat menggiring mata uang itu anjlok ke level terendahnya dalam enam pekan. Meskipun demikian, sama seperti nilai tukar, harga emas juga mengalami naik dan turun pada tahun 2016, khususnya ketika ada peristiwa seperti keluarnya Inggris dari Uni Eropa dan pilpres AS.

Meski banyak analis menyatakan harga emas bisa menyentuh 1.300 dollar AS per ons, namun emas tetap berada di bawah tekanan. Beberapa komoditas lainnya juga diprediksi bakal cemerlang karena ketidakpastian politik.

Hal ini diungkapkan Koen Straetmans, analis senior multiaset di NN Investment Partners.

Menurut Straetmans, meskipun ketidakpastian politik dapat melemahkan pertumbuhan ekonomi dan permintaan komoditas, namun bisa juga mendisrupsi pasokan dan mengerek harga. Pun dorongan fiskal Trump terhadap infrastruktur juga bisa berdampak bagus bagi komoditas.

"Meningkatnya risiko geopolitik atau peningkatan kebijakan proteksionisme dapat mudah menciptakan disrupsi pasokan komoditas, membuat harga lebih tinggi dalam waktu dekat, meski berdampak juga pada permintaan komoditas," jelas Straetmans.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber CNBC
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com