Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pajak Progresif Tanah "Nganggur", Baiknya Dikenakan ke PPh atau PBB?

Kompas.com - 28/01/2017, 16:00 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah masih menggodok rencana memajaki secara progresif tanah yang tidak digunakan secara produktif atau nganggur (idle).

Termasuk mengkaji opsi apakah ketentuan itu akan masuk ke Pajak Penghasilan (PPh) atau Pajak Bumi Bangunan (PBB).

Namun menurut Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, pemerintah bisa memasukan pajak progresif tanah nganggur ke PPh dan PBB sekaligus.

"Ini bisa ke PPh dan PBB," kata Yustinus kepada Kompas.com, Jakarta, Sabtu (28/1/2017).

Bila menggunakan PPh, pajak progresif tanah akan dikenakan saat tanah itu dialihkan atau dijual.

Skema besarannya bisa berdasarkan jumlah pengalihan kepemilikan lahan dan produktifitas penggunaan tanah tersebut.

Sedangkan bila menggunakan PBB, pemerintah bisa mengenakan pajak progresif setiap tahun.

Hanya saja, pemerintah harus mengubah UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Selama ini, PPB P2 untuk pedesaan dan perkotaan dikelola oleh Pemerintah Daerah (Pemda). Meski begitu, rencana pajak progresif tanah nganggur masuk ke PBB bisa berjalan lebih cepat.

Menurut Yustinus, Pemerintah bisa mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

"Sebaiknya keduanya, karena kalau PPh (saja), hanya efektif saat pengalihan tanah. Disinsentif tiap tahun tidak bisa dikenai. Untuk PBB, kalau ada political will seharusnya bisa cepat," ucap Yustinus.

Kementerian Keuangan sendiri akan segera berdiskusi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) terkait detail rencana pajak progresif untuk tanah menganggur termasuk terkait mekanisme kebijakannya.

Secara prinsip, rencana pengenaan pajak progresif tanah nganggur bertujuan guna mendorong penggunaan tanah untuk kepentingan produktif.

Selama ini banyak tanah dibeli tetapi hanya didiamkan sembari menunggu harga tanah itu melambung.

Akibatnya, rakyat kecil yang justru membutuhkan tanah tidak bisa menjangkau harga tanah yang kian melambung.

Di sisi lain, negara juga kehilangan potensi pemasukan pajak dari pemanfaatan tanah yang tidak produktif.

"Kita lihat lah nanti (apakah bisa terealisasi tahun ini atau tidak)," kata Kepala Kebijakan Fiskal Kemenkeu Suahasil Nazara beberapa waktu lalu. 

Kompas TV 2016, Pemasukan Pajak Capai Rp 1.105 Triliun

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com