Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2016, seperti dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS) awal pekan ini mencapai 5,02 persen.
Meskipun berada di bawah target APBN-P 2016 sebesar 5,2 persen dan juga di bawah titik tengah proyeksi Bank Indonesia yang 5,1 persen, angka 5,02 persen tetaplah pencapaian yang bagus.
Dengan pertumbuhan sebesar itu, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia. Di antara negara-negara besar dan negara-negara tetangga, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya kalah dari China, India, dan Filipina.
Selain itu, hanya segelintir negara yang berhasil mempercepat pertumbuhan ekonominya pada 2016. Indonesia bisa meningkatkan laju pertumbuhannya dari 4,88 persen pada 2015 menjadi 5,02 persen pada 2016.
Sementara banyak negara yang pertumbuhan ekonominya cenderung melambat. Perekonomian Amerika Serikat misalnya, melambat dari 2,6 persen pada 2015 menjadi 2,1 persen pada 2016. China juga melambat dari 6,9 persen menjadi 6,7 persen. Begitu pula dengan Jepang dan Malaysia.
Laju 2016 juga berhasil memutus tren perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terjadi sejak 2011. Ini tentu menimbulkan optimisme bahwa siklus perlambatan ekonomi Indonesia telah berakhir dan siklus percepatan ekonomi tengah dimulai.
Karena relatif lebih baik dibandingkan banyak negara, perekonomian Indonesia pun menuai pujian. Salah satunya dari Dana Moneter Indonesia (International Monetery Fund/IMF).
Dari hasil penilaiannya terhadap Indonesia, IMF menyimpulkan perekonomian Indonesia tetap stabil dan kuat di tengah gejolak keuangan dan perlambatan ekonomi global.
Kebijakan makro ekonomi yang terukur dan reformasi struktural yang terus berlanjut disebut IMF menjadi kunci keberhasilan perekonomian Indonesia.
IMF juga memandang, meskipun masih diselimuti risiko, stabilitas dan kekuatan ekonomi Indonesia saat ini jauh lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Konsumsi rumah tangga
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama didorong oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,01 persen. Laju konsumsi rumah tangga pada 2016 lebih cepat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 4,96 persen. Kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi 2016 mencapai 56,5 persen.
Meningkatnya daya beli masyarakat selama 2016 tidak terlepas dari rendahnya inflasi. Sepanjang tahun lalu, inflasi tercatat hanya 3,02 persen. Ini merupakan inflasi terendah sejak 2009. Kenaikan harga barang yang relatif minim selama 2016 telah mendorong masyarakat meningkatkan belanjanya.
Perekonomian 2016 juga didorong oleh konsumsi lembaga non-profit dan investasi, yang masing-masing tumbuh 6,62 persen dan 4,48 persen. Kontribusi kedua komponen tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi masing-masing 1,16 persen dan 32,57 persen.
Masa kampanye jelang pilkada serentak 2017 membuat partai politik dan lembaga non-profit lainnya meningkatkan belanjanya selama 2016 untuk beriklan, membuat atribut, dan menggelar berbagai acara.