Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Trump Bikin Korporasi Jepang Rem Belanja Modal

Kompas.com - 23/02/2017, 12:00 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

TOKYO, KOMPAS.com - Sepertiga dari perusahaan-perusahaan Jepang membidik peningkatan investasi bisnis di dalam negeri pada tahun fiskal 2017.

Akan tetapi, perusahaan-perusahaan itu cenderung menahan belanja modal mereka di AS karena ketidakpastian terkait kebijakan pemerintahan Presiden Donald Trump.

Meskipun demikian, mengutip Reuters, Kamis (23/2/2017), perusahaan-perusahaan Jepang itu responsif terhadap kampanye Trump yang mengedepankan kepentingan AS.

Hampir sepertiga dari perusahaan-perusahaan Jepang mengincar peningkatan tingkat utilitas pabrik.

Hal ini merupakan hasil dari survei bertajuk Reuters Corporate Survey. Survei itu menemukan, 33 persen perusahaan berharap meningkatkan belanja modal, sementara 57 persen perusahaan cenderung memilih untuk menjaga belanja modal sama seperti tahun fiskal sebelumnya.

"Ini adalah sinyal positif. Manufaktur Jepang telah mengambil pendekatan wait and see tentang belanja modal karena buruknya permintaan dari luar negeri, namun mereka cenderung meringankan arah kebijakan ini," ujar Hidenobu Tokuda, ekonom senior pada Mizuho Research Institute.

Secara keseluruhan belanja modal domestik perusahaan-perusahaan bsar Jepang diproyeksikan tumbuh 5,5 persen untuk tahun fiskal 2017.

Pada tahun 2016 lalu, menurut data bank sentral, belanja modal tumbuh 3,4 persen. Survei bulanan ini dilakukan oleh Nikkei Research dengan melakukan jajak pendapat terhadap 531 perusahaan menengah dan besar.

Mereka diajukan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan belanja modal. Sekitar 13 hingga 14 perusahaan otomotif, termasuk pabrikan mobil dan para pemasoknya merespon pertanyaan-pertanyaan terkait rencana bisnis mereka di AS.

Hanya sekitar separuh perusahaan Jepang meyakini permintaan di AS akan meningkat dalam waktu satu hingga dua tahun. Banyak responden menyatakan bahwa kebijakan-kebijakan Trump akan menciptakan lapangan kerja dan mendorong belanja konsumen. 

Kompas TV Peta politik global yang berubah drastis dalam satu tahun terakhir, mengundang kekhawatiran pendiri jejaring sosial Facebook, Mark Zuckerberg. Dalam manifesto terbuka sebanyak 5.700 kata, Zuckerberg mengemukakan suaranya. Ia khawatir, kebijakan sejumlah negara menarik diri dari komunitas global, akan meningkat. Komentar Zuckerberg datang saat banyak orang dan negara di seluruh dunia mengambil pandangan yang semakin dalam tentang kebijakan proteksionis. Kebijakan menarik diri dari lingkungan global tumbuh drastis setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump berkali-kali menegaskan kebijakan ini. Zuckerburg menegaskan pada 1,9 miliar pengguna Facebook, bahwa jejaring sosial ini akan menjadi benteng atas meningkatnya gerakan anti sosial dunia, tepatnya atas meningkatnya isolasinisme dunia. Platform Facebook akan menjadi infrastruktur sosial yang tetap menghubungkan banyak orang di dunia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com