JAKARTA, KOMPAS.com - Rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) perbankan terpantau meningkat pada awal tahun 2017.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), peningkatan rasio NPL di awal tahun ini bukan sesuatu yang perlu dikhawaatirkan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon menyebut, secara umum rasio NPL yang meningkat pada awal tahun merupakan sebuah gejala yang umum terjadi pada periode tersebut.
Pasalnya, rasio penyaluran kredit juga terjadi penurunan. Adapun secara umum berdasarkan pantauan OJK, imbuh Nelson, rasio NPL terjadi pada segmen kredit modal kerja (KMK) dan kredit konsumsi.
Namun demikian, OJK belum memperoleh laporan yang terperinci terkait rasio NPL pada masing-masing segmen kredit.
"Itu gejala awal tahun. Kredit agak menurun, jadi pembaginya lebih kecil dan hasilnya (NPL) jadi lebih besar," ujar Nelson di Jakarta, Senin (27/2/2017).
Tren peningkatan NPL terjadi sejak tahun lalu sejalan dengan perlambatan ekonomi global maupun domestik serta jatuhnya harga komoditas.
Data OJK mencatat, kredit pada akhir 2016 mencapai Rp 4.377 triliun, tumbuh 7,9 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Angka tersebut lebih rendah dibandingkan rata-rata pertumbuhan kredit pada tahun sebelumnya yang mencapai 10,7 persen.
Sementara itu, rasio NPL naik menjadi 2,93 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 2,49 persen.
Sejalan dengan peningkatan NPL, cadangan kerugian penurunan nilai atau CKPN untuk kredit hingga akhir tahun 2016 mencapai sekitar Rp 147 triliun. Ini meningkat 34 persen dibandingkan tahun sebelumnya.