Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengintip "Barang Dagangan" Raja Salman, Saudi Aramco

Kompas.com - 27/02/2017, 18:10 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tur sebulan penuh Raja Salman dan rombongan ke beberapa negara seperti Malaysia, Indonesia, Jepang, dan China disebut-sebut memiliki misi khusus. Ya, sang raja agaknya memang tengah "door to door" menawarkan saham Saudi Aramco, sebuah perusahaan minyak dan gas (migas) yang seluruh sahamnya kini dimiliki oleh pemerintah Arab Saudi.

Mengutip Economic Times, Senin (27/2/2017), jika berhasil, maka privatisasi Saudi Aramco ini akan menjadi penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) terbesar sepanjang sejarah.

Investor Asia diharapkan bisa berkontribusi dalam penjualan lima persen saham Saudi Aramco pada 2018 mendatang.

Nah, sebelum membahas untung-ruginya Indonesia ikut serta dalam kepemilikan saham tersebut, ada baiknya kita berkenalan dengan "barang dagangan" sang raja. Berikut Kompas.com sarikan singkat dari website resmi Saudi Aramco, Senin.

Saudi Aramco awal mulanya bernama Casoc, yang kemudian menjadi Aramco, dan setelah nasionalisasi penuh oleh pemerintah Arab Saudi, perusahaan ini berubah nama menjadi Saudi Aramco.

Awal Konsesi

Awalnya, pada 29 Mei 1933 pemerintah Arab Saudi memberikan izin konsesi minyak kepada Standard Oil Company of California (Socal). Socal merupakan salah satu perusahaan Amerika Serikat yang ikut mencari sumber minyak di Teluk Persia.

Untuk mengelola konsesi minyak tersebut, pada 8 November 1933 Socal mendirikan California Arabian Standard Oil Company (Casoc). Pengerjaan survei geologi dimulai pada 1934, tepatnya di Dammam.

Setahun berselang, dilakukan pengeboran pertama sumur Dhahran. Ada 240 orang tenaga lokal Arab Saudi yang mengerjakan pengeboran dan konstruksi. Dan pada tahun 1936, Texas Co. yang sekarang menjadi Chevron Corporation mengakuisisi 50 persen konsesi Socal.

Dalam perjalanannya, Aramco melakukan ekspor minyak mentah pertama kali ke D.G Scofield pada 1939. Seremonial ini dihadiri oleh Raja Abdul al-Aziz. Pada tahun tersebut, jumlah pekerjanya sudah mencapai hampir 4.000 orang, terdiri dari 3.178 orang lokal, 322 orang Amerika, dan 141 orang lainnya.

Perang Dunia II

Memasuki tahun 1940-an, terjadi perubahan besar akibat pecah Perang Dunia II. Kilang minyak di Ras Tanura sempat shut down pada 1941 lantaran kekurangan pasokan. Padahal kapasitas kilang ini cukup besar pada saat itu mencapai 3.000 barel per hari (bph). Selama tiga tahun kondisi Dammam tidak menentu.

Pemetaan lapangan berhenti karena ketiadaan alat dan sumber daya manusia. Hingga pada 31 Januari 1944, Casos berubah nama menjadi Arabian American Oil Company (Aramco). Pada 1945, pemerintah Amerika Serikat memasok baja dan peralatan ke Ras Tanura, berharap agar kilang menyediakan bahan bakar untuk sekutu.

Namun, Perang Dunia II berakhir sebelum kilang Ras Tanura beroperasi kembali. Pada 1947, kilang Ras Tanura menyelesaikan tahun pertama operasinya dengan output sebesar 50.000 bph.

Setahun berselang, yaitu pada 1948, Aramco mengakuisisi kepemilikan saham tambahan. Standard Oil of New Jersey and Socony-Vacuum (keduanya sekarang menjadi ExxonMobil) bergabung dengan Socal dan Texaco (kini menjadi Chevron Corporation) sebagai pemilik Aramco.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com