JAKARTA, KOMPAS.com - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mematok target pertumbuhan industri ritel pada tahun 2017 ini cukup konservatif, meskipun ada perhelatan politik Pilkada.
Wakil Ketua Umum Aprindo Tutum Rahanta menuturkan, asosiasi menargetkan bisnis ritel tumbuh double digit di atas 10 persen hingga 15 persen pada tahun ini.
Namun, dengan masih adanya berbagai hambatan, ia memperkirakan pertumbuhan 10 persen pun sudah cukup baik.
Asosiasi sebelumnya memproyeksikan, penjualan industri ritel nasional tumbuh sekitar 10 persen dari Rp 181 triliun di 2015 menjadi sekitar Rp 200 triliun di 2016.
"Saya kira target kami 2017 di 10 persem-15 persen. Tetapi dengan pertumbuhan ekonomi masih lima sekian persen, minimal tumbuh 10 persen sudah baik," kata Tutum di Jakarta, Senin (6/3/2017).
"Kalau ditanya ada Pilkada, dari dulu mau Pilkada atau Pilpres sama saja. Makan juga tetap kan (frekuensinya). Tidak dari dua kali menjadi empat kali," kata dia lagi.
Menurut Tutum, salah satu faktor yang membuat pelaku ritel optimistis adalah upaya pemerintah dalam menggenjot pembangunan infrastruktur.
Namun, ia juga mengakui belum selesainya berbagai proyek infrastruktur menjadi hambatan tersendiri bagi pelaku ritel.
"Perbaikan belum selesai. Yang kami senang itu, pemerintah melakukan perbaikan terus. Itu yang bikin kami optimistis," ucap Tutum.
"(infrastruktur) Di Jawa sudah mulus, tetapi di luar (Jawa) bikin ekonomi biaya tinggi," imbuhnya.
Selain itu, hambatan regulasi juga membuat industri ritel nasional sulit berkembang. Tutum mengatakan, beberapa aturan main yang dikeluarkan pemerintah, justru membuat sejumlah pelaku ritel gulung tikar.
Faktor Eksternal
Sementara itu mengenai faktor dari eksternal, seperti penguatan dollar AS, Tutum menyerahkan semua pada kecakapan pemerintah dan otoritas moneter dalam menjaga stabilitas nilai tukar.
(Baca: Aprindo: Industri Ritel Tumbuh Sekitar 10 Persen pada 2016)