Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Bunga Krisan Jatuh, Petani Minta Dukungan Pemerintah

Kompas.com - 11/03/2017, 14:42 WIB
Kontributor Ungaran, Syahrul Munir

Penulis

UNGARAN, KOMPAS.com - Komoditas bunga krisan di tingkat petani di Kabupaten Semarang saat ini terjun bebas sejak dua bulan terakhir.

Para petani menduga produksi bunga petik ini berlimpah di tengah kebutuhan pasar yang cenderung stagnan.

Salah satu petani bunga krisan di Dusun Clapar, Desa Duen, Kecamatan Bandungan, Suratman (45) mengatakan, harga satu ikat bunga krisan di Pasar Bandungan saat ini berkisar antara Rp 2.500 hingga Rp 3.000. Pada kondisi normal, harga berkisar diatas Rp 7.000 per ikat.

"Satu ikat itu ada 10 tangkai. Dengan harga yang cuup rendah, petani pun merugi. Tidak sebanding dengan modal, biaya membeli obat, dan pupuk," kata Suratman, Jumat (10/3/2017) siang.

Suratman yang tergabung dalam Kelompok Tani Krisan Gemah Ripah ini mengaku pihaknya semakin merugi lantaran banyak green house yang rusak di terjang angin kencang baru-baru ini.

Dari 180 green house yang dimiliki oleh kelompok tani ini, belasan di antaranya rusak karena terhempas angin.

"Kami ada 90 anggota. Jika baraknya roboh, kami harus mulai dari awal lagi. Padahal (membuat barak) modalnya tidak sedikit," ujarnya.

Petani lainnya, Sugiyanto (31) mengatakan, model penjualan bunga krisan yang dilakukan selama ini masih konvensional karena dinilai paling menguntungkan. Yakni, bertemu langsung dengan pembeli di pasar, bukan melalui tengkulak.

Namun cara penjualan ini juga mempunyai kekurangan. "Lebih baik sih langsung ketemu pembeli, tapi resikonya harganya mengikuti pasar. Bisa Rp 2.500 per ikat. Tap kami pun sempat merasahan harga krisan Rp 25.000 per ikat," kata Sugiyanto.

Guna menekan kerugian, para petani saat ini mulai menyiasati dengan cara membedakan waktu tanam antar-green house. Sehingga jika panen saat ini harganya turun, pada panen dua atau tiga bulan berikutnya harganya akan baik.

Pro Petani

Sugiyanto dan para petani bunga krisan lainnya berharap Pemkab Semarang ikut berperan dalam menjaga stabilitas harga di pasaran dengan cara membuat kebijakan yang pro petani bunga krisan.

Misalnya dengan mewajibkan dinas atau instansi serta pelaku usaha di Kabupaten Semarang membeli bunga krisan dari petani untuk dekorasi rapat, ataupun dekorasi di lobi hotel, kantor, serta restoran.

Wakil Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Semarang, Said Riswanto menyebutkan, harga bunga krisan di Bandungan pernah mencapai angka tertinggi yakni Rp 35.000 per ikat. Jika harga jual krisan Rp 5.000 per ikat saja ia menilai petani krisan mayoritas berada di Bandungan, sudah bangkrut.

"Pernah Rp 35.000 per ikat pada Lebaran tahun kemarin, itu harga tertinggi," kata Said.

Pihaknya meminta Bupati Semarang bisa memberikan solusi yang berpihak pada petani krisan. Salah satunya dengan membuat gerakan membeli krisan untuk kantor pemerintahan. Melalui gerakan itu pihaknya optimis, daya serap krisan di kalangan petani akan meningkat.

"Harga normal diatas Rp 7.000 rata-rat, kalau pas lebaran bisa tembus Rp 15.000 per ikat. Sekarang semuanya bernasib sama, merugi,” kata Said.

Selain mengeluarkan kebijakan yang pro terhadap petani krisan, Said juga mendesak agar Pemkab Semarang menyediakan akses jaringan informasi penjualan ke luar daerah.

Sebab selama ini, sistem penjualan bunga krisan dari para petani di Bandungan masih bersifat konvensional, yakni menjual secara langsung di Pasar Bandungan saja. "Waktu harganya tinggi, petani berinvestasi dengan memperluas lahan tanam. Tapi yang diharapkan malah jatuh," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com