JAKARTA, KOMPAS.com - Dua puluh tahun pasca krisis ekonomi 1997-1998, pemerintah masih memiliki banyak kewajiban. Salah satunya yakni membayar utang akibat krisis tersebut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, total sisa utang yang masih harus ditanggung pemerintah mencapai Rp 195 triliun ditambah Rp 49 triliun. "Itu surat utangnya masih ada sampai sekarang. Masih harus kami bayar," ujar Sri Mulyani saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Senin (13/3/2017).
Menurut perempuan yang kerap disapa Ani itu, beban utang tersebut hanya sebagian dari total biaya yang ditanggung pemerintah akibat rusaknya sektor keuangan nasional pasca krisis 1997-1998.
"Saat krisis, sebagaian Anda pasti masih balita. Tapi 97-98 itu krisis ekonomi dimana biaya untuk membenahi sektor keuangan itu mencapai 75 persen dari GDP kita," kata Sri Mulyani.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menilai, krisis 20 tahun silam itu harus dijadikan pelajaran berharga bagi bangsa untuk menjaga stabilitas sektor keuangan termasuk perbankan di dalamnya.
Apalagi saat ini, 71 persen ekonomi nasional masih dibiayai oleh perbankan. Bahkan kata Agus, total aset industri jasa keuangan nasional sudah mencapai Rp 16.000 triliun.
Salah satu upaya untuk menjaga sektor keuangan adalah memastikan otoritas yang mengawasinya yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dipimpin oleh orang-orang yang memiliki kemampuan dan integritas tinggi.
Pada Juli 2017 nanti, masa jabatan pimpinan OJK akan selesai. Presiden Joko Widodo sudah membangun panitia seleksi untuk mencari calon pimpinan baru otoritas pengawas sektor keuangan itu.
Sejak Januari 2017, seleksi sudah dimulai. Hari ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menerima 21 nama calon pimpinan OJK periode 2017-2022.
(Baca: Sebanyak, 21 Nama Calon Pimpinan OJK Diserahkan ke Presiden Jokowi)
Selanjutnya, Presiden akan memilih 14 nama dan akan disampaikan kepada DPR untuk uji kelayakan dan kepatutan.
Nantinya DPR hanya memilih 7 nama yang akan menduduki kursi pimpinan OJK selama 5 tahun ke depan.
(Baca: Ada UU Anti Krisis Keuangan, Peran LPS Tetap Krusial)